PENGANTAR
Dalam sub bab ini menjelaskan bahwa sebagai sarjana
antropologi harus dapat menggunakan ilmunya dalam kegiatan-kegiatan yang
praktis, untuk bisa memanfaatkan ilmunya bagi pembangunan Indonesia maka perlu
mengetahui beberapa pengetahuan dasar. Khusunya dibidang sosiocultural, yang
pertama harus menguasai tentang paradigm, yang kedua harus memahami teori-teori
pembangunan secara umum. Ketiga, antropolog tersebut seharusnya mengerti dan
memahami tentang kebijakan-kebijakan pembangunan serta mengikuti
perkembangannya. Yang terakhir seorang antropolog harus menguasai bahasa
inggris sebab banyak buku antropologi yang berbahasa inggris.
Paradigma Antropologi
1.
OBJEK KAJIAN ANTROPOLOGI
Antropologi sosiocultural secara tradisional berasal dari
kajian-kajian terhadap kelompok-kelompok masyarakat berskala kecil. Dulu
masyarakat yang seperti itu disebut masyarakat primitive atau masyarakat savage
oleh para peneliti. Setelah sekian lama, masyarakat primitive sudah hampir
punah karena mereka bersalin menjadi masyarakat modern. Tapi
tinggalan-tinggalan konsep, teori, metode dan pendekatan hasil dari penelitian
antropologi masih menghiasi paradigm antropologi.
2.
METODOLOGI
Dalam antropologi sosiocultural, metode tidak terlepas dari
teori. Secara teoritis dan metodologis, antropologi terbagi menjadi dua peringkat. Peringkat bawah disebut etnografi,
sedangkan untuk yang peringkat atas disebut etnologi. Melalui penelitian
lapangan seorang peneliti antropologi sosiokultural disebut sebagai etnografer.
Sedangkan peringkat diatasnya, melalui karya-karya komparatif dia berupaya
membangun teori-teori demikian itu disebut etnologi. Etnografi merupakan metode
penelitian lapangan, yang dilakukan secara mendalam melalui keterlibatan langsung
sang peneliti dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian, dengan mengambil
satu kelompok untuk menjadi studi kasus dalam penelitiannya.
3.
TEORI
TEORI-TEORI PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN INDONESIA
Ini adalah yang perlu dikuasi oleh para antropolog.
Pemangunan di Indonesia terdapat lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu: pancasila
sebagai dasar filsafat bangsa, UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia, GBHN
(Garis-garis Besar Haluan Negara), PELITA dan Kebijakan-kebijakan departemen. Seperti
kebijakan dalam pembangunan kehutanan yang perlu belajar dari UUD no. 33 pasal
3 kemudian UU no. 5 tahun 1960 tentang dasar-dasar agraria. Dari sini kemudian
meningkatkan ke GBHN yang perlu mempelajari tentang UUD pokok kehutanan no.41
tahun 1999 beserta keputusan mentri dan dirjen yang relevan. Barulah kita
sebagai antropolok masuk kedalam bagian yang khusus, yang mengerti secara
menyeluruh. Dengan begitu sebagai antropolog, ketika kita diminta untuk
menyusun progam pembangunan masyarakat hutan di Kalimantan misalnya. Antropolog
tidak hanya mengerti tentang kebijakan-kebijakan pembangunan tapi lebih dari
itu kita diharapkan juga mampu menguasai ciri-ciri umum masyarakat Kalimantan
dan kultur suku suku di Kalimantan.
SITUASI DEPARTEMEN ANTROPOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA
Seorang antropolog tidak akan pernah memahami cara
menerapkan ilmu antropologi dalam pembangunan Indonesia dan tidak mengerti
peranan yang harus dilakukan dalam proyek pembangunan, kecuali dia menguasai
sekurang-kurangnya tiga komponen yang dijelaskan diatas, yakni: paradigma
antropologi, teori-teori sosial pembangunan dan kebijakan-kebijakan pembangunan
di Indonesia.
Masalah yang paling mendasar di departemen antropologi
universitas Indonesia dan di departemen antropologi di seluruh Indonesia adalah
kurangnya ketersediaan tenaga terdidik dan ahli dibidang pendidikan. Selama ini
pendidikan ditempatkan di IKIP tidak di Universitas, yang seolah olah
Universitas bukan lembaga pendidikan. Akibatnya dosen-dosen tidak menguasai
menejemen tentang pendidikan. Selain itu
bahan yang diajarkandalam progam studi antropologi juga merupakan bidang bidang
kajian lain yang bisa membuat sarjana keluar dari departemen atau progam studi
antropologi.
SEBUAH TANTANGAN ANTROPOLOGI PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Budaya adalah salah satu konsep pokok dalam ilmu
antropologi, dan juga merupakan konsep penting dalam pembangunan Indonesia.
Apakah antropologi dapat memberikan sumbangan dalam pembangunan Indonesia,
khususnya yang berkaitan dalam pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi”Pemerinntah
memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Pemerintah dari sudut pandang
pembangunan Indonesia yang sesuai dengan UUD 1945 dan GBHN, memandang
kebudayaan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan
regional. Secara sektoral, pasal 32 UUD 1945 tidaklah mengacu pada
“kulture” (culture), tapi mengacu pada
“hal ikhwal kebudayaan” yang bisa dilihat dari terjemahan direktorat jendral
kebudayaan dalam bahasa Inggris adalah the directorate General of Cultural Affairs,
bukan The Directorate General of Culture. Secara regional, “kebudayaan”
dipandang oleh pemerintah sebagai “tradisi kebudayaan” yang menjadi milik
setiap suku yang ada Indonesia.
Dengan
berpegangan dua pengertian diatas, bahwa yang dimaksud dengan “kebudayaan” oleh
pemerintah adalah “hal ihwal kebudayaan” atau “tradisi kebudayaan”, maka
beberapa kalimat yang tercantum dalam
UUD 1945 dan penjelasanya, yang sering membingungkan para ahli antropologi
karena sulit mencari jawaban dan indikasi keberhasilannya. Kebudayaan menurut
pemerintah adalah hal ihkwal kebudayaan dan tradisi kebudayaan bukan kultur
(cuture).
KONSEP KULTUR DALAM ANTROPOLOGI
Dalam antropologi terdapat dua aliran besar yang dapat
mendefinisikan kultur (culture). Yaitu aliran behavioral (melihat kultur sebagai a total way of life) aliran ini cocok dengan pandangan almarhum
Prof. Koentjaranigrat yang memilah nilah total way of life ini kedalam tujuh
unsur budaya. Ini adalah metode yang muncul pada awal perkembangan antropologi
yang digunakan etnografer untuk mengumpulkan data tentang sistem social budaya
dari suatu suku bangsa selengkap lengkapnya. Sementara aliran ideational melihat culture sebagai suatu
yang abstrak (gagasan dan pemikiran) yang membentuk pola perilaku masyarakat.
Dari sini, bisa dijelaskan bahwa pengertian kebudayaan pemerintah dengan
antropolog berbeda. Pemerintah berorientasi pada progam praktis dan problem
oriented, yaitu kepada pembangunan bangsa, namun definisi dan tolak ukurnya
belum jelas. Di sisi lain sebagai antropolog yang meilihat dari pengembangan teori
dan dan aplikasinya dalam dalam penelitian etnografer. Kita memerlukan satu
benang yang menghubungkan system pendidikan di perguruan tinggi dengan apa yang
dibutuhkan masyarakat. Antropologi adalah sebuah science, sama seperti ilmu fisika, ekonomi, biologi , teknik sipil,
arsitektur dan sebagainya yang disamping mempunyai sisi ilmiah juga punya sisi
terapan.
No comments:
Post a Comment