Friday 18 April 2014

Resume Post-Moderisme
Menurut Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya. Seperti Baudrillard (1990:72) yang memahami gerakan atau impulsi yang besar, dengan kekuatan positif, efektif dan atraktif mereka (modernis) telah sirna.
Postmodernis biasanya mengisi kehidupan dengan penjelasan yang sangat terbatas atau sama sekali tidak ada penjelasan. Namun, hal ini menunjukkan bahwa selalu ada celah antara perkataan postmodernis dan apa yang mereka terapkan. Sebagaimana yang akan kita lihat, setidaknya beberapa postmodernis menciptakan narasi besar sendiri. Banyak postmodernis merupakan pembentuk teoritis Marxian, dan akibatnya mereka selalu berusaha mengambil jarak dari narasi besar yang menyifatkan posisi tersebut. Ketiga, pemikir postmodern cenderung menggembor-gemborkan fenomena besar pramodern seperti emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman personal, kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi, kosmologi, magis, mitos, sentimen keagamaan, dan pengalaman mistik. Seperti yang terlihat, dalam hal ini Jean Baudrillard (1988) benar, terutama pemikirannya tentang pertukaran simbolis (symbolic exchange). Keempat, teoritisi postmodern menolak kecenderungan modern yang meletakkan batas-batas antara hal-hal tertentu seperti disiplin akademis, budaya dan kehidupan, fiksi dan teori, image dan realitas.
Kajian sebagian besar pemikir postmodern cenderung mengembangkan satu atau lebih batas tersebut dan menyarankan bahwa yang lain mungkin melakukan hal yang sama. Contohnya Baudrillard (1988) menguraikan teori sosial dalam bentuk fiksi, fiksi sains, puisi dan sebagainya. Kelima, banyak postmodernis menolak gaya diskursus akademis modern yang teliti dan bernalar (Nuyen, 1992:6). Tujuan pengarang postmodern acapkali mengejutkan dan mengagetkan pembaca alih-alih membantu pembaca dengan suatu logika dan alasan argumentatif. Hal itu juga cenderung lebih literal daripada gaya akademis.
Bagi kalangan ilmu sosial postmodernisme dengan metode dekontruksinya membuat kita berpikir mendasar tentang segala hal yang selama ini dianggap pasti, membuat kita peka terhadap pendapat lain, memacu dan menghidupkan sikap kritis dan hati-hati. Realitas tidak dipandang dengan sistem yang fungsional, postmodernisme mendorong melihat gejala sosial dengan metode yang berbeda.
Baudrillard terhadap realitas yang sesungguhnya itu, nampaknya sudah mencapai tahapan yang paling serius. Karena baginya, televisi yang telah mengkonstruksi segala jenis dan bentuk realitas. Mungkin karena sinismenya yang sudah begitu akut terhadap realitas, seperti Perang Teluk oleh Baudrillard justru dianggap sebagai simulasi. Perang Teluk tidak pernah ada, dan yang terjadi serta hadir di hadapan kita adalah semata-mata simulakra televisi, begitu ikrar Baudrillard. (Piliang, 2004, Ritzer dan Goodman, 2004: 642) Televisi menampilkan sesuatu yang melebihi realitas dari sesuatu yang sebenarnya terjadi.
Postmodernisme berperan dalam perkembangan ilmuan pengetahuan termasuk Antropologi. Antropologi harus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi dan harus berperan dalam postmodernisme. Antropologi harus memiliki kemampuan yang sesuai dengan sesuatu hal yang terdapat dalam dunia sosial. Misal: Antropologi harus dapat meneliti perkembangan media dan pengaruhnya bagi masyarakat. Seorang antropolog harus mengikuti dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih baik. Penilitian antropologi dilakukan diharapkan berguna buat ilmu lainnya (2005: 388). Perubahan sebesar apapun harus diikuti oleh antropoogi sebagai bidang ilmu melalui pengembangan kemampuan para antropolog agar tidak terjerat dengan mandulnya ilmu yang dimiliki.
Teori dan konsep harus dikembangkan agar antropologi terus hidup sebagai ilmu pengetahuan. Para antropolog harus mampu mengadopsi perubahan dunia yang mengancam kelangsuangan teori metode-metode dan praktik antropologi (2005: 391). Antropolog tidak hanya mendewakan antropologi dengan narasi besar yang dimiliki yang dianggap dapat menyelesaikan berbagai permasalahan. Antropolog sebagai ilmuan harus memiliki cara baru dan menciptakan teori baru untuk memecahkan permasalahan yang baru.
Daftar Isi
Saifuddin, Achmad Fedyani, Ph.D., Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana, 2005.
Piliang, Yasraf Amir, Posrealitas: Realitas kebudayaan dan era posmetafisika. Yogyakarta: Jalasutra,2004.
http://blogs.unpad.ac.id/phadli17/?p=25  diakses pada 05 desember 2013 pukul 20:10

1 comment:

  1. How to win a slot machine by playing the slots, casinos,
    How to Win a Slot Machine. You can play slots, with more than a dozen luckyclub possibilities, with no cash prizes. Slot machines are the most popular way to win.

    ReplyDelete