Resume
Post-Moderisme
Menurut
Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah
yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas
masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern
cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu
pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi,
kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka
meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab
personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme,
penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal
dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang
biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas,
dan sebagainya. Seperti Baudrillard (1990:72) yang memahami gerakan atau
impulsi yang besar, dengan kekuatan positif, efektif dan atraktif mereka
(modernis) telah sirna.
Postmodernis
biasanya mengisi kehidupan dengan penjelasan yang sangat terbatas atau sama
sekali tidak ada penjelasan. Namun, hal ini menunjukkan bahwa selalu ada celah
antara perkataan postmodernis dan apa yang mereka terapkan. Sebagaimana yang
akan kita lihat, setidaknya beberapa postmodernis menciptakan narasi besar
sendiri. Banyak postmodernis merupakan pembentuk teoritis Marxian, dan
akibatnya mereka selalu berusaha mengambil jarak dari narasi besar yang
menyifatkan posisi tersebut. Ketiga, pemikir postmodern cenderung
menggembor-gemborkan fenomena besar pramodern seperti emosi, perasaan, intuisi,
refleksi, spekulasi, pengalaman personal, kebiasaan, kekerasan, metafisika,
tradisi, kosmologi, magis, mitos, sentimen keagamaan, dan pengalaman mistik. Seperti
yang terlihat, dalam hal ini Jean Baudrillard (1988) benar, terutama
pemikirannya tentang pertukaran simbolis (symbolic exchange). Keempat,
teoritisi postmodern menolak kecenderungan modern yang meletakkan batas-batas
antara hal-hal tertentu seperti disiplin akademis, budaya dan kehidupan, fiksi
dan teori, image dan realitas.
Kajian
sebagian besar pemikir postmodern cenderung mengembangkan satu atau lebih batas
tersebut dan menyarankan bahwa yang lain mungkin melakukan hal yang sama.
Contohnya Baudrillard (1988) menguraikan teori sosial dalam bentuk fiksi, fiksi
sains, puisi dan sebagainya. Kelima, banyak postmodernis menolak gaya diskursus
akademis modern yang teliti dan bernalar (Nuyen, 1992:6). Tujuan pengarang
postmodern acapkali mengejutkan dan mengagetkan pembaca alih-alih membantu
pembaca dengan suatu logika dan alasan argumentatif. Hal itu juga cenderung
lebih literal daripada gaya akademis.
Bagi
kalangan ilmu sosial postmodernisme dengan metode dekontruksinya membuat kita
berpikir mendasar tentang segala hal yang selama ini dianggap pasti, membuat
kita peka terhadap pendapat lain, memacu dan menghidupkan sikap kritis dan
hati-hati. Realitas tidak dipandang dengan sistem yang fungsional,
postmodernisme mendorong melihat gejala sosial dengan metode yang berbeda.
Baudrillard
terhadap realitas yang sesungguhnya itu, nampaknya sudah mencapai tahapan yang
paling serius. Karena baginya, televisi yang telah mengkonstruksi segala jenis
dan bentuk realitas. Mungkin karena sinismenya yang sudah begitu akut terhadap
realitas, seperti Perang Teluk oleh Baudrillard justru dianggap sebagai
simulasi. Perang Teluk tidak pernah ada, dan yang terjadi serta hadir di
hadapan kita adalah semata-mata simulakra televisi, begitu ikrar Baudrillard.
(Piliang, 2004, Ritzer dan Goodman, 2004: 642) Televisi menampilkan sesuatu
yang melebihi realitas dari sesuatu yang sebenarnya terjadi.
Postmodernisme
berperan dalam perkembangan ilmuan pengetahuan termasuk Antropologi.
Antropologi harus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi dan harus berperan
dalam postmodernisme. Antropologi harus memiliki kemampuan yang sesuai dengan
sesuatu hal yang terdapat dalam dunia sosial. Misal: Antropologi harus dapat
meneliti perkembangan media dan pengaruhnya bagi masyarakat. Seorang antropolog
harus mengikuti dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih baik. Penilitian
antropologi dilakukan diharapkan berguna buat ilmu lainnya (2005: 388).
Perubahan sebesar apapun harus diikuti oleh antropoogi sebagai bidang ilmu
melalui pengembangan kemampuan para antropolog agar tidak terjerat dengan
mandulnya ilmu yang dimiliki.
Teori
dan konsep harus dikembangkan agar antropologi terus hidup sebagai ilmu
pengetahuan. Para antropolog harus mampu mengadopsi perubahan dunia yang
mengancam kelangsuangan teori metode-metode dan praktik antropologi (2005:
391). Antropolog tidak hanya mendewakan antropologi dengan narasi besar yang
dimiliki yang dianggap dapat menyelesaikan berbagai permasalahan. Antropolog
sebagai ilmuan harus memiliki cara baru dan menciptakan teori baru untuk
memecahkan permasalahan yang baru.
Daftar
Isi
Saifuddin, Achmad Fedyani, Ph.D., Antropologi
Kontemporer: Suatu Pengantar kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana, 2005.
Piliang, Yasraf Amir, Posrealitas: Realitas
kebudayaan dan era posmetafisika. Yogyakarta: Jalasutra,2004.
http://blogs.unpad.ac.id/phadli17/?p=25 diakses pada 05 desember 2013 pukul 20:10
http://sos-ant.blogspot.com/2010/01/pengertian-post-modernisme.html
diakses pada 05 desember 2013 pukul 20:05
How to win a slot machine by playing the slots, casinos,
ReplyDeleteHow to Win a Slot Machine. You can play slots, with more than a dozen luckyclub possibilities, with no cash prizes. Slot machines are the most popular way to win.