Sungai dan Air Ciliwung
Dalam
kajian Etnokologi yang di tulis oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra tentang air dan
sungai di kalangan penduduk Kampung Melayu yang tinggal di tepi sungai
Ciliwung. Peneliti menggunakan pendekatan Etnosains dalam mengkaji masalah
tersebut, dengan tujuan peneliti dapat memahami pengetahuan yang berkembang di
suatu masyarakat. Etnosains memperhatikan pengkategorisasian dalam mengkaji
suatu permasalahan yang ada di masyarakat. Metode yang digunakan dalam
menganalisa kasus tersebut adalah dengan mengungkap sistem pengetahuan yang ada
di masyarakat kampung Melayu yang ada di bantaran sungai Ciliwung.
Yang
menjadi permasalahan dalam kasus Sungai
air Ciliwung adalah kurangnya ketersediaan air bersih oleh penduduk Jakarta. Dan perbedaan persepsi antara
pemerintah dan masyarakat mengenai pemberdayaan air sungai Ciliwung yang
diangap memiliki fungsi dan yang dianggap bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dan
masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan harian. Peneliti memiliki fokus utama
dalam mengkaji Sungai air Ciliwung dengan menggunakan dan menemukan konstruksi
berpikir masyarakat dan pemerintah dalam permasalahan air sungai Ciliwung. Peneliti
lebih memetakan pola pikir orang-orang yang diteliti, bukan tindakan dan
perilaku yang dicari tapi lebih menggarah ke apa yang sebenarnya mereka lakukan
di balik perilaku mereka.
“Pemanfaatan
sungai ini berbeda polanya antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, dan
hal ini terkait erat dengan latar-belakang budaya dan lingkungan tempat tinggal
kelompok tersebut. ... pemanfaatan sungai Ciliwung juga tidak dapat lagi
terlepas dari politik pemerintah—terutama pemerintah DKI Jakarta—yang merupakan
salah satu pihak yang mempunyai kepentingan terhadap sungai tersebut. Dalam
situasi seperti ini, kini kita melihat adanya perbeedaan dan persamaan antara
pola pemanfaatan sungai tersebut oleh pemerintah dengan pola yang ada
dikalangan penduduk ditepian sungai tersebut, yang ternyata berkaitan dengan
pandangan masing-masing mengenai peranan yang dapat dimainkan oleh sungai dalam
kehidupan manusia.” (Haddy Shry Ahimsa-Putra, 1997: 58)
Dalam
menggungkap jawaban, peneliti
menggunakan pandangan emik dan etik yang menggolongkan penilaian dari perspektif
peneliti dan masyarakat mengenai air sungai Ciliwung.
“Dari
berbagai kegiatan penduduk tersebut, kita melihat bahwa warga kampung melayu
yang tinggal ditepi sungai sebenarnya juga memanfaatkan air sungai untuk
menggelontorkan kotoran, baik itu sampah dan tinja, maupun kotoran yang berasal
dari badan, pakaian dan peralatan. Bedanya dengan penggelontoran yang dilakukan
oleh pemerintah adalah pada skalanya, yaitu jauh lebih kecil.” (Haddy Shry
Ahimsa-Putra, 1997:62)
Data/klaim
yang terdapat dalam karya Etnoekologi tersebut adalah pemanfaatan air sungai
Ciliwung di Kampung Melayu.
“Jika
kita amati aktivitas yang berkaitan dengan pemanfaatan air sungai di kalangan
penduduk di sepanjang tepi Ciliwung dai Kampung Melayu, ada beberapa pola
yakni: (1) pola penggelontor; (2) pola membersihkan; (3) pola merebus dan, (4)
pola bersuci.” (Haddy Shry Ahimsa-Putra, 1997:60)
Argumentasi,
yang saya temukan dalam karya Etnoekologi tersebut adalah pandangan dikalanagan
masyarakat sepanjang sungai Ciliwung yang menyangkal bahwa sungai menjadi kotor
akibat mereka membuang sampah di sungai.
“Pandangan
semacam ini tampaknya merata dikalangan masyarakat di sepanjang Ciliwung,
Kampung Melayu. Memang tidak semua orang dapat menyatakan pandangan mereka
secara Eksplisit, namun pendapat bahwa sungai menjadi kotor karena digunakan
sebagai tempat membuang sampah, tampaknya merupakan buka merupakan hal yang
bisa mereka percayai begitu saja.” (Haddy Shry Ahimsa-Putra, 1997:59)
Retorik atau Organisasi Tekstual, yang
digunakan penulis dalam menyusun karya Etnoekologi sungai air Ciliwung ini
adalah dengan membagi-bagi dalam bebrapa bagian, pertama mengguraikan asumsi
etnoekologi; bagian kedua menguraikan keadaan daerah penelitian, mulai dari
penduduk hinga fasilitas MCK; bagian ketiga berisi uraian tentang pandangan
pemerintah dan masyarakat mengenai sungai Ciliwung dan pemanfaatanya, dan
ditutup dangan kesimpulan sepagai penutup. Dalam setiap paragraf salaing
keterkaitan dengan pembahasan yang di bedakan dalam sub bab. Kalimat yang
digunakan menggunakan kalimat formal yang mudah dipahami walaupun ada beberapa
bahasa lokal yang dipadukan dalam menyusun kalimat. Dalam tulisan tersebut
terdapat rujukan rujukan yang bisa mengguatkan data dalam penulisan karya
Etnoekologi ini.
Dari karya Etnoekologi tentang
Sungai Air Ciliwung yang di tulis oleh Haddy Shry Ahimsa-Putra, mempunyai
bukti-bukti umum bahwa tulisan tersebut merupakan penelitian yang menggunakan
pendekatan Etnosains. Peneliti memetakan pikiran dari warga penduduk kampung
Melayu yang diklasifikasikan menurut pemahaman tentang sungai air ciliwung dan
selanjutnya penulis juga mengolongkan pemikiran-pemikiran yang ada pada
pemerintah daerah untuk pemanfaatan sungai Ciliwung. Dengan perumusan kebijakan
berbagai temuan peneliti, diharapkan mampu menghargai pandangan orang lain atau
pandangan rakyat yang berbeda dengan pejabat, serta membimbing mereka
menentukan langkah yang lebih tepat dalam upaya mensukseskan berbagai progam
yang dianggap akan bermanfaat bagi masyarakat.
Rujukan:
Ahimsa-Putra,
H.S.1997. Sungai dan Air Ciliwung Sebuah Kajian Etnoekologi. PRISMA 1
No comments:
Post a Comment