Friday, 18 April 2014

Sungai dan Air Ciliwung
            Dalam kajian Etnokologi yang di tulis oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra tentang air dan sungai di kalangan penduduk Kampung Melayu yang tinggal di tepi sungai Ciliwung. Peneliti menggunakan pendekatan Etnosains dalam mengkaji masalah tersebut, dengan tujuan peneliti dapat memahami pengetahuan yang berkembang di suatu masyarakat. Etnosains memperhatikan pengkategorisasian dalam mengkaji suatu permasalahan yang ada di masyarakat. Metode yang digunakan dalam menganalisa kasus tersebut adalah dengan mengungkap sistem pengetahuan yang ada di masyarakat kampung Melayu yang ada di bantaran sungai Ciliwung.
Yang menjadi permasalahan dalam kasus Sungai air Ciliwung adalah kurangnya ketersediaan air bersih oleh penduduk  Jakarta. Dan perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat mengenai pemberdayaan air sungai Ciliwung yang diangap memiliki fungsi dan yang dianggap bisa dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan harian. Peneliti memiliki fokus utama dalam mengkaji Sungai air Ciliwung dengan menggunakan dan menemukan konstruksi berpikir masyarakat dan pemerintah dalam permasalahan air sungai Ciliwung. Peneliti lebih memetakan pola pikir orang-orang yang diteliti, bukan tindakan dan perilaku yang dicari tapi lebih menggarah ke apa yang sebenarnya mereka lakukan di balik perilaku mereka.
“Pemanfaatan sungai ini berbeda polanya antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, dan hal ini terkait erat dengan latar-belakang budaya dan lingkungan tempat tinggal kelompok tersebut. ... pemanfaatan sungai Ciliwung juga tidak dapat lagi terlepas dari politik pemerintah—terutama pemerintah DKI Jakarta—yang merupakan salah satu pihak yang mempunyai kepentingan terhadap sungai tersebut. Dalam situasi seperti ini, kini kita melihat adanya perbeedaan dan persamaan antara pola pemanfaatan sungai tersebut oleh pemerintah dengan pola yang ada dikalangan penduduk ditepian sungai tersebut, yang ternyata berkaitan dengan pandangan masing-masing mengenai peranan yang dapat dimainkan oleh sungai dalam kehidupan manusia.” (Haddy Shry Ahimsa-Putra, 1997: 58)
Dalam menggungkap jawaban, peneliti menggunakan pandangan emik dan etik yang menggolongkan penilaian dari perspektif peneliti dan masyarakat mengenai air sungai Ciliwung.
“Dari berbagai kegiatan penduduk tersebut, kita melihat bahwa warga kampung melayu yang tinggal ditepi sungai sebenarnya juga memanfaatkan air sungai untuk menggelontorkan kotoran, baik itu sampah dan tinja, maupun kotoran yang berasal dari badan, pakaian dan peralatan. Bedanya dengan penggelontoran yang dilakukan oleh pemerintah adalah pada skalanya, yaitu jauh lebih kecil.” (Haddy Shry Ahimsa-Putra, 1997:62)
Data/klaim yang terdapat dalam karya Etnoekologi tersebut adalah pemanfaatan air sungai Ciliwung di Kampung Melayu.
“Jika kita amati aktivitas yang berkaitan dengan pemanfaatan air sungai di kalangan penduduk di sepanjang tepi Ciliwung dai Kampung Melayu, ada beberapa pola yakni: (1) pola penggelontor; (2) pola membersihkan; (3) pola merebus dan, (4) pola bersuci.” (Haddy Shry Ahimsa-Putra, 1997:60)
Argumentasi, yang saya temukan dalam karya Etnoekologi tersebut adalah pandangan dikalanagan masyarakat sepanjang sungai Ciliwung yang menyangkal bahwa sungai menjadi kotor akibat mereka membuang sampah di sungai.
“Pandangan semacam ini tampaknya merata dikalangan masyarakat di sepanjang Ciliwung, Kampung Melayu. Memang tidak semua orang dapat menyatakan pandangan mereka secara Eksplisit, namun pendapat bahwa sungai menjadi kotor karena digunakan sebagai tempat membuang sampah, tampaknya merupakan buka merupakan hal yang bisa mereka percayai begitu saja.” (Haddy Shry Ahimsa-Putra, 1997:59)
Retorik atau Organisasi Tekstual, yang digunakan penulis dalam menyusun karya Etnoekologi sungai air Ciliwung ini adalah dengan membagi-bagi dalam bebrapa bagian, pertama mengguraikan asumsi etnoekologi; bagian kedua menguraikan keadaan daerah penelitian, mulai dari penduduk hinga fasilitas MCK; bagian ketiga berisi uraian tentang pandangan pemerintah dan masyarakat mengenai sungai Ciliwung dan pemanfaatanya, dan ditutup dangan kesimpulan sepagai penutup. Dalam setiap paragraf salaing keterkaitan dengan pembahasan yang di bedakan dalam sub bab. Kalimat yang digunakan menggunakan kalimat formal yang mudah dipahami walaupun ada beberapa bahasa lokal yang dipadukan dalam menyusun kalimat. Dalam tulisan tersebut terdapat rujukan rujukan yang bisa mengguatkan data dalam penulisan karya Etnoekologi ini.  
            Dari karya Etnoekologi tentang Sungai Air Ciliwung yang di tulis oleh Haddy Shry Ahimsa-Putra, mempunyai bukti-bukti umum bahwa tulisan tersebut merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan Etnosains. Peneliti memetakan pikiran dari warga penduduk kampung Melayu yang diklasifikasikan menurut pemahaman tentang sungai air ciliwung dan selanjutnya penulis juga mengolongkan pemikiran-pemikiran yang ada pada pemerintah daerah untuk pemanfaatan sungai Ciliwung. Dengan perumusan kebijakan berbagai temuan peneliti, diharapkan mampu menghargai pandangan orang lain atau pandangan rakyat yang berbeda dengan pejabat, serta membimbing mereka menentukan langkah yang lebih tepat dalam upaya mensukseskan berbagai progam yang dianggap akan bermanfaat bagi masyarakat.

Rujukan:

Ahimsa-Putra, H.S.1997. Sungai dan Air Ciliwung Sebuah Kajian Etnoekologi. PRISMA 1

No comments:

Post a Comment