Kata Pengantar
Dengan rahmat tuhan yang maha esa,
peneliti dapat menyelesaikan makalah ini. Peneliti menyusun makalah ini sebagai
tugas akhir mata kuliah Antropologi Perkotaan dengan judul “Anak Jalanan di
Kota Surabaya”. Mengambil judul yang diangkat dari salah satu permasalahan yang
ada di perkotaan. Terima kasih disampaikan kepada dosen yang mengajari mata
kuliah antropologi perkotaan yang secara continue memberikan pengarahan agar
makalah ini dapat tersusun dengan sistematis dan berlogika. Semoga makalah ini
dapat memberikan pengetahuan kepada para pembaca dan dapat menambah pengetahuan
peneliti terhadap permasalah perkotaan yang ada. Peneliti membutuhkan kritik
dan saran agar pada karya yang selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Surabaya, 16 Juni 2015
Penulis
Daftar
isi
Sampul........................................................................................................................................ 1
Kata
pengantar.......................................................................................................................... 2
Daftar
isi..................................................................................................................................... 3
Bab
1
Latar belakang dan rumusan masalah........................................................................ 4
Kerangka pemikiran..................................................................................................... 6
Metode penelitian........................................................................................................... 7
Bab
2 Pembahasan
Aktivitas sehari-hari anak jalanan
dikota Surabaya………………………………..9
Faktor-Faktor Penyebab Keberadaan
Anak Jalanan Dikota Surabaya…………...10
Bab
3
Kesimpulan……………………………………………………………………………..14
Saran…………………………………………………………………………………....15
Daftar
pustaka………………………………………………………………………………….16
1.
Latar
belakang
Pertumbuhan penduduk, utamanya diakibatkan
oleh laju urbanisasi yang pesat (over urbanizxation)
dan pembangunan kota yang lebih ke arah kemajuan ekonomi merupakan awal mula tumbuh
berbagai masalah di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Akibat situasi ekonomi dan urbanisasi yang
berlebihan (over urbanizxation) di
kota-kota besar, salah satu masalah sosial yang tumbuh dan membutuhkan solusi
segera adalah pertumbuhan jumlah anak jalanan yang akhir-akhir ini memprihatinkan.
Di berbagai kota besar, hampir di setiap perempatan jalan atau lampu merah sering
dijumpai anak jalanan. Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marginal,
dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang
masih muda (dini) sudah berhadapan dengan lingkungan kota yang keras (Bagong
dkk, 2003:7). Di berbagai sudut kota, sering ditemui anak jalanan yang harus
bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak
dapat diterima masyarakat umum. Tidak jarang pula mereka dilabeli sebagai
penganggu ketertiban, kenyamanan dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya
razia atau penyidukan bukan lagi hal yang mengangetkan bagi anak jalanan.
Di kota besar seperti Surabaya, keberadaan
anak jalanan umumnya tersebar di berbagai zone
tertentu, yakni tempat atau lokasi di mana anak jalanan melakukan kegiatan atau
aktifitasnya seperti bekerja. Aktifitas yang dilakukan anak jalanan tidak saja
di jalanan dengan tanpa tujuan, mereka melakukan aktifitas di jalanan dan
tempat-tempat yang strategis untuk melakukan kegiatan yang melingkupi kegiatan
ekonomi, seperti: mengamen, mengemis, parkir mobil, pembersih mobil dan
sebagainya. Aktifitas tersebut biasanya mereka lakukan ditempat-tempat yang
strategis, misalnya: perempatan jalan, terminal, stasiun, pasar, tempat
hiburan, pom bensin, tempat ibadah, makam dan sebagainya.
Anak jalanan pada dasarnya adalah bagian dari
kelompok warga kota yang tergolong manginal, rentan dan miskin (Bagong, 2003).
Anak jalanan dikategorikan sebagai kelompok warga marginal sebab mereka
melakukan pekerjaan yang tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai dan
umumnya tidak memiliki prospek ke depanya. Selain itu masa kerja yang tidak
biasa di setiap harinya, membuuat anak jalanan rentan untuk terkena resiko
mulai dari faktor kesehatan, keamanan maupun sosial. Anak jalanan pada umumnya
memiliki latar belakang dari keluarga yang tidak berkucukupan atau miskin,
namun ada juga yang terindikasi keluarga broken
home. Atas dasar ekonomi dan ingin membantu orang tua, maka anak-anak
tersebut mencari nafkah seadanya di jalan raya. Aktifitas anak jalanan yang
sering dilihat diperempat jalan adalah mereka yang biasanya mengamen berjualan
Koran namun tidak jarang juga ada yang meminta-minta.
Dari data Dinas Sosial, jumlah anak
jalanan di Jawa Timur meningkat dari tahun 2009 yaitu 5.224 orang menjadi 5.324
orang pada tahun 2010, dimana sebagian besar berada di kota Surabaya, dan
sisanya terbagi di berbagai kota lainnya. Namun melihat data dari Dinas Sosial
menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan di Surabaya menunjukkan grafik yang
menurun dari 795 orang pada tahun 2009 menjadi 790 orang pada tahun 2010,
tetapi hal itu belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan pada penyelesaian
permasalahan anak jalanan karena penurunannya relatif sedikit. Dari berbagai penelitian
mengatakan munculnya masalah anak jalanan ini sangat terkait dengan faktor
kemiskinan, selain itu akibat ketidak harmonisan keluargadan juga adanya
kemalasan dan kurang bertanggung jawab orang tua terhadap keluarga (Sanituti,
2002).
Membicarakan anak jalanan, umumnya
mereka berasal dari keluarga yang kehidupan ekonominya lemah dan pekerjaanya
berat. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan keluarga
yang miskin. Dalam observasi, peneliti menemukan berbagai kegiatan dan perilaku
yang sering dilakukan oleh anak jalanan tersebut. Mereka biasanya ada di
perempatan jalan atau di tempat-tempat keramaian, anak jalanan sering terlihat
mengamen, berjualan Koran dan peneliti juga mendapati anak jalanan yang pada
malam harinya tidur di pingir jalan. Untuk itu dalam penelitian kali ini, peneliti
mencoba untuk mengambarkan bagaimana aktifitas dan faktor apa yang membuat anak
jalanan di Surabaya bisa survive dengan segala keterbelakangannya.
2.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka
peneliti memfokuskan untuk meneliti faktor dan aktiifitas yang dilakukan oleh anak
jalanan di Surabaya. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka peneliti
mengajukan pertanyaan penelitian, sebagai berikut: aktifitas dan faktor seperti apa yang membuat anak jalanan tumbuh dan
berkembang di kota Surabaya.
3.
Kerangka
Pemikiran
3.1 Kerangka konsep
Menurut undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan sang ibu.
Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum
dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Dari (Departemen Sosial Republik
Indonesia, 1995) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk melakukan aktifitas sehari-hari dijalanan baik
untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalan dan tempat-tempat umum lainnya.
Anak jalanan yang kesehariannya
bergelut dengan kegiatan ekonomi, mereka mencari uang dengan turun ke jalan
dengan cara mengamen, berjualan Koran, membersihkan mobil dan sebagainya.
Padahal usia mereka masih relatif muda untuk mencari penghasilan sendiri. Mereka
menghabiskan harinya untuk mencari nafkah di jalanan. Anak jalanan menjual jasa
ke pengguna jalan yang lain walaupun ada juga yang langsung meminta belas
kasihan bagi mereka yang melintas di jalan raya. Anak jalanan memiliki latar
belakang dari keluarga miskin atau tergolong dalam kelompok warga yang
marginal. Kurang kasing sayang dari keluarga atau orang tua juga sebagai salah
satu sebab mengapa anak-anak itu dipaksa untuk turun ke jalan memenuhi
kebutuhan keluarga.
Kurangnya pendapatan suatu keluarga
untuk memenuhi kebutuhan dasar dari suatu keluarga menyebabkan mau tidak mau
semua elemen dalam keluarga itu untuk ikut mencari nafkah, dan mau tidak mau
anak-anak yang mestinya belum waktunya bekerja harus dipaksa untuk mencari
uang. Anak jalanan merupakan potret pertumbuhan penduduk yang ada pada suatu
kota besar. Kota tidak dapat menampung orang-orang asli daerah ataupun
pendatang dengan kata lain kota tidak dapat menyediakan pekerjaan yang secara
kebutuhan dapat mencukupi kebutuhan dasar hidup.
3.2 Kerangka Teori
Anak
jalanan merukan suatu fenomena yang sering muncul di kota-kota besar namun
tidak menutup kemungkinan ada di wilayah atau daerah yang digolongkan sebagai kota
kecil atau kabupaten. Untuk mengkaji penelitian anak jalanan, penenliti
menggunakan teori budaya kemiskinan. Menurut Oscar Lewis memahami kemiskinan
sebagai sub-kebudayaan yang diwarisi dari generasi ke generasi, mereka tidak
mendapatkan akses untuk dapat berkembang kearah yang baik. Dalam hal ini,
kemiskinan merupakan adaptasi dan reaksi dari kaum miskin terhadap posisi
marginal mereka dimana kebudayaan kemiskinan cenderung melanggengkan situasi
tersebut dari generasi ke generasi. Anak jalanan merupakan suatu keadaan dimana
pada tahap pola pengasuhan anak di tingkat keluarga kurang mampu yang
mengakibatkan anak-anak keluarga miskin untuk kerja membatu orang tua dalam
memenuhi kebutuhan dasar. Anak-anak dididik atau dipaksa untuk mencari uang oleh
keadaan. Selain itu menurut Oscar Lewis dalam kebudayaan kemiskinan memandang
kemiskinan dalam beberapa hal bersifat positif karena diangap memiliki
nilai-nilai untuk mengatasi kesulitan-kesulitan menjalani hidup dalam
kemiskinan.
Kemiskinan di kota besar memunculkan
berbagai masalah yang memprihatinkan seperti anak jalanan ini. Anak-anak yang
bekerja di jalan ini merupakan suatu penularan atau akibat dari adanya keluarga
miskin di kota. Perilaku seperti ini merupakan adaptasi dan reaksi dari warga
yang kurang mampu.
4.
Metode
Penelitian
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan model
penelitian kualitatif. Dimana peneliti lebih ke pada pendeskripsian dari suatu
fenomena yang terjadi di masyarakat perkotaan.
4.2 Lokasi penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti
memilih lokasi untuk menggumpulkan data yang diperoleh dari anak jalanan yang
berada di kecamatan Gubeng Kota Surabaya tepatnya di jalan Darmawangsa, Gubeng
dan jalan Moestopo. Penelitian tersebut dilakukan diarea tersebut sebab
dilokasi tersebut terdapat kantong-kantong atau zone anak jalanan yang
aktifitas dan variasi umur anak jalanan di lokasi tersebut beragam.
4.3 Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu sebagai berikut:
1) Wawancara Mendalam
Wawancara
mendalam adalah tanya jawab yang sesuai dengan dasar penelitian yang
dilaksanakan yaitu studi kasus tentang aktifitas dan faktor keberadaan anak
jalanan di kota Surabaya oleh karena itu teknik pengumpulan data dengan cara
wawancara sangat tepat sebab dimungkinkan untuk memperoleh informasi langsung
dengan proses tanya jawab sehingga mendapatkan hasil yang lebih detail dari
objek yang diteliti. Peneliti melakukan wawancara dengan 10 anak jalanan yang
terdiri dari 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan yang dilakukan di lokasi
yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan menggunakan pertanyaan yang telah
terstruktur dan telah dibuat oleh peneliti sebelumnya.
2) Observasi
Observasi
merupakan pengamatan secara langsung terhadap fenomena atau informan yang diteliti.
Dalam penelitian ini yang diobservasi adalah melihat dengan panca indra
kegiatan atau aktifitas anak jalanan, kehidupan keseharian dan lingkungan
kehidupanya. Data dari observasi memberikan suatu data yang akurat sebab
peneliti dapat melihat dan ikut merasakan secara langsung aktifitas anak
jalanan yang ada di kota Surabaya. Observasi juga merupakan suatu komponen yang
harus terpenuhi dalam suatu penelitian sebab dalam observasi peneliti dapat
menemukan gambaran awal mengenai suatu fenomena yang akan diteliti.
4.4 Metode Analisis Data
Dalam
penelitian ini digunakan analisis data yang telah dikembangkan oleh (Miles dan
Huberman, 1992:15-20), yaitu: reduksi data, penyajian data, dan menarik
kesimpulan / verifikasi. Karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka
peneliti menampilkan deskripsi dari suatu fenomena yang diteliti dengan
menggunakan analisis data sebagai berikut:
Pada
tahap awal, peneliti melakukan reduksi data yang merupakan sebagai suatu proses
pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Data yang diperoleh di lapangan kemudian direduksi oleh peneliti
dengan cara: pengkodean, klasifikasi dan selanjutnya dilakukan pilihan terhadap
data yang diperoleh di lapangan, kemudian dari data itu mana yang relevan dan
mana yang tidak relevan dengan permasalahan dan fokus penelitian. Reduksi
data/proses transpormasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan,
sampai laporan akhir secara lengkap tersusun.
Pada
tahap selanjutnya, peneliti menyajian data yang dilakukan dengan mengumpulkan
informasi yang didapat dari informan yang disusun dan yang kemudian memberikan
kemungkinan pada peneliti untuk menarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Dengan melihat penyajian-penyajian, kita dapat memahami apa yang sedang terjadi
dan apa yang harus dilakukan. Hal ini untuk memudahkan bagi peneliti melihat
gambaran secara keseluruhan atau
bagian-bagian tertentu dari data penelitian, sehingga dari data tersebut dapat
ditarik kesimpulan.
Pada
tahap terakhir, peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi yang
merupakan suatu kegiatan yang utuh yang dilakukan oleh peneliti selama
penelitian berlangsung. Dalam kegiatan lain, peneliti juga melakukan verifikasi
yang merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran untuk
menganalisis selama peneliti mencatat, atau suatu tinjauan ulang pada
catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran antara teman
untuk mengembangkan “kesempatan inter subyektif”, dengan kata lain makna yang
muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya. Verifikasi
dalam penelitian dilakukan secara continue
sepanjang penelitian. Verifikasi dimaksudkan untuk menganalisis dan mencari
makna dari informasi yang dikumpulkan dari informan dengan mencari tema, pola
hubungan, permasalahannya yang muncul, hipotesa dan disimpulkan, sehingga
terbentuk proposisi tertentu yang bisa mendukung teori.
BAB 2
Pembahasan
2.1 Aktivitas sehari-hari anak
jalanan dikota Surabaya.
Anak
jalanan di zone Darmawangsa, Gubeng
dan Jalan Moestopo bekerja pada waktu pagi hari hingga petang setiap harinya
dan sisanya sebagian kecil dari anak jalanan yang bekerja dari petang hingga
dini hari. Anak jalanan yang beraktivitas pada pagi hari hingga petang bekerja
sebagai pengamen, pembersih kaca dan penjual Koran di lampu merah atau di
tempat pusat keramaian sedangkan anak jalanan yang beraktivitas pada petang
hingga dinihari bekerja sebagai tukang minta–minta/pengemis, pengamen di
tempat– tempat keramaian masyarakat kota pada malam hari. Mereka sudah terbiasa
dengan keadaan dan kondisi yang seperti ini, tidak ada sedikit pun dari mereka
yang takut dan cemas akan bahaya yang mengintai mereka. Yang ada didalam
pikiran mereka adalah bagaimana mereka semua bisa mendapatkan uang yang banyak
untuk mereka dan keluarga mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar. Mereka pulang
paling hanya untuk sekedar memberikan penghasilan mereka ke keluarga atau orang
tua, mandi, makan lalu kembali kejalan lagi.
Dari
aktifitas bekerja, anak jalanan memiliki bermacam–macam pekerjaan yang
dilakukan oleh anak jalanan demi membantu keluarga mereka dalam mencukupi
kebutuhan sehari–hari mereka maupun kebutuhan pribadi sendiri. Rata–rata
pekerjaan yang ditemukan adalah penjual koran karena di setiap sudut lampu
merah jalanan pasti saja ada anak–anak jalanan yang menjajakan koran mereka
kepada para pengguna jalan. Padahal resiko bahaya yang setiap saat mengancam
jiwa mereka di jalanan. Ada yang menarik dengan jenis kelamin dari ke 10
informan yang peneliti teliti sangat didominasi oleh anak-anak yang berjenis
kelamin laki-laki sedangkan jumlah anak perempuan hanya sebagian kecil saja.
Biasanya mereka mangkal di setiap sudut-sudut lampu merah jalanan dan tempat
keramaian namun tempatnya tidak tetap atau berpindah-pindah. Biasanya untuk
anak jalanan yang laki-laki pekerjaan yang mereka lakukan itu beragam mulai
dari mengamen, membersihkan mobil, memulung atau mengambil barang-barang bekas
dan berjualan koran. Bagi anak–anak perempuan biasanya mereka bekerja membantu
orang tua mereka dan ada pula yang menjual Koran. Dari berbagai aktifisat
tersebut anak-anak dapat mendapatkan uang sekitar 50-100 ribu perharinya itupun
kalau mereka beruntung namun ketika sepi bukan tidak mungkin hanya mendapat 10
ribu bahkan tanpa hasil.
Cukup
beragam penghasilan yangdidapat oleh anak jalanan dalam kurun waktu sehari
dalam bekerja. Ada yang hanya mendapatkan menghasilan secara harian saja dari
penjualan koran dan ada pula yang tidak mengetahui penghasilan yang mereka
peroleh, dikarenakan pekerjaan mereka sebagai pemulung atau yang mengambil
barang barang bekas yang harus dikumpulkan terlebih dahulu. Barang – barang tersebut
yang telah meraka kumpulkan kemudian diberikan kepada orang tua mereka dan
orang tua merekalah yang menjualnya. Hasil dari penjualan tersebut langsung
dipegang oleh orang tua yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuahn sehari-hari.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab
Keberadaan Anak Jalanan Dikota Surabaya
Kota
besar seperti Surabaya merupakan kota yang penuh harapan dengan jumlah
pendapatan yang berbeda dengan kota-kota yang ada di Jawa Timur lainnya, dan
itu yang menyebabkan pertumbuhan penduduk di kota Surabaya semakin bertambah.
Berbagai faktor yang dapat membuat seseorang untuk mengadu nasib di Surabaya.
Faktor seperti ekonomi sosial dan budaya menjadi pendorong, tidak terkecuali
anak jalanan. Anak jalanan merupakan hasil dari atau muncul dari golongan
masyarakat yang kurang mampu atau miskin. Keluarga mereka terpaksa
memperkerjakan anak-anaknya demi memenuhi kebutuhan hidup kota yang keras.
Penghasilan yang belum mencukupi dalam suatu keluaraga mengharuskan semua
anggota keluarga untuk bekerja. Walaupun dengan usia yang relative muda,
anak-anak mencari uang di jalan dengan berbagai macam aktivitas. Ada beberapa
faktor yang membuat anak jalanan itu selalu melakukan aktifitas yang memiliki
resiko tinggi karena bekerja dijalanan dan usia mereka masih dini. Faktor yang
dapat dijelaskan yakni meliputi faktor ekonomi, faktor sosial budaya dan faktor
pendidikan.
a. Faktor
ekonomi: pekerjaan
Pekerjaan
di jalanan menurut pandangan orang luar merupakan kegiatan yang kotor, merusak
pemandangan dan membuat pengunan jalan tidak nyaman. Namun oleh beberapa pihak,
pekerjaan di jalan raya bisa dikatakan sebagai alternatif untuk mendpatkan
kegiatan yang menghasilkan uang. Bagi mereka yang bekerja di jalan, lebih baik
mereka melakukan pekerjaan tersebut karena hasil yang mereka peroleh secara
baik-baik atau halal. Bekerja adalah keinginan semua orang, karena dengan
bekerja mereka akan mendapatkan uang yang dapat menyambung kehidupan mereka.
Bagi anak jalalan, mereka bisa memjual jasa ataupun barang yang terpenting
dapat menghasilkan uang. Dari berbagai macam pekerjaan anak jalanan, ternyata
terdapat perbedaan pendapatan pada setiap pekerjaanya seperti menjual Koran,
mengais barang bekas, mengamen, meminta-minta dan sebagainya.
Berdasarkan
hasil penelitian dilapangan, diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh oleh
anak jalanan tersebut cukup beragam antara lain: anak-anak yang berjualan koran
mendapatkan Rp.25.000-Rp.50.000. Anak yang bekerja sebagai pengemis mendapatkan
Rp.50.000-Rp.100.000 perharinya. Anak yang bekerja sebagai pengamen mendapatkan
Rp.30.000-Rp.50.000 perharinya. Sebagian besar penghasilanya mereka berikan
kepada orang tua mereka yang berada dalam satu rumah atau tempat tinggal. Untuk
tempat tinggal anak jalanan, sebagian besar dari mereka masih tinggal bersama
orang tua mereka masing-masing, namun dari informan lain ada yang menghabiskan
waktu di jalanan dan hanya pulang kerumah sebentar saja. Kondisi rumah mereka
juga sangat sederhana dan cenderung tidak layak ditempati. Untuk melaukan
aktifitas dirumah, hanya digunakan sebagai tempat berkumpul tidur. Dan satu
rumah biasanya ditempati oleh 4-7 orang termasuk ayah dan ibu.
b. Faktor
sosial: interaksi sosial, organisasi sosial
Kehidupan
anak jalanan sebagian besar dihabiskan dijalanan, sehingga mengakibatkan
partisipasi atau interaksi anak jalanan sehari-hari hanya dengan teman-teman
mereka sendiri yang sama-sama berada dijalanan bekerja untuk membantu orang tua
mereka. Pada waktu pagi, anak jalanan melakukan rutinitas seperti anak-anak
biasanya dengan bersekolah mereka biasanya menuntut pendidikan pada jenjang
sekolah dasar dan menengah pertama. Namun bagi mereka yang tidak sekolah, anak
jalanan sering dari pagi hari sudah berkeliaran di jalan untuk berjualan koran.
Mereka merelakan waktu sekolah dan bermain bersama teman sebaya mereka, mereka
memilih untuk bekerja. Tempat kerja mereka juga merupakan tempat bermain bagi
mereka, walaupun jalanan merupakan suatu tempat yang penuh dengan resiko.
Dalam
keseharianya, anak jalanan berinteraksi dengan kawan sebayanya. Interaksi
berlangsung ketika anak jalanan sedang bekerja dan melakukan aktifitas di jalan
raya. Bentuk interaksi tersebut, memunculkan berbagai macam informasi dan
saling tukar pengalaman ketika berada di jalanan misalnya informasi mengenai
tempat yang enak untuk dijadikan tempat berjualanan. Anak jalanan dalam
melakukan pekerjaan di jalan sering terlihat bergeromol entah itu dua atau tiga
orang. Kelompok-kelompok tersebut biasanya menguaisai daerah atau wilayah
seperti perempatan dan tempat keramaian. Tak jarang juga diantara kelompok
tersebut melakukan perputaran tempat untuk mendapatkan hasil yang mungkin tidak
dapat dirasakan ditempat yang sebelumnya. Sistem seperti itu merupakan salah
satu wujud interaksi yang terus dijalankan oleh anak jalanan untuk menjaga
kestabilan penghasilan dalam berusaha. Dalam usaha tersebut, sebisa mungkin
diatur untuk mendapatkan hasil yang tidak saling merugikan antar anak jalanan.
Anak
jalanan membuat suatu pembagian kerja pada setiap wilayahnya misalnya anak-anak
yang berjualan koran dibagi dimasing-masing perempatan untuk menghindari
penumpukan. Pada jam kerjanya pun ditentukan misalnya pada anak jalanan yang
menjual koran itu di waktu pagi sampai siang dan waktu siang sampai malam
biasanya anak jalanan ada yang mengamen, mengumpulkan sampah, membersihkan
mobil dan sebagainya. Dalam setiap kelompoknya, anak-anak tersebut saling
mengenal satu dengan yang lainnya. Untuk satu kelompoknya terdiri dari 1-5 anak
yang umumnya mereka suatu kerabat dekat walaupun tidak menutup kemungkinan ada
dari pihak luar namun itu hanya sebagian kecil.
c. Faktor
budaya: kebiasaan, bekerja keras.
Faktor
budaya kebiasaan dan keinginan untuk berusaha yang dimaksudkan adalah kegiatan
bekerja dijalanan yang dilakukan anak jalanan itu apakah ada unsur kebiasaan,
paksaan ataukah keinginan atau kesadaran individu masing-masing untuk membantu
perekonomian keluarga minimal untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan
keinginan mereka. Dengan kondisi perekonomian yang minim di keluarga, membuat
anak-anak ditingkat keluarga tersebut membantu bekerja keluarga untuk mecukupi
kebutuhan sehari-hari. Perilaku mereka merupakan reaksi terhadap kehidupan
mereka yang kurang beruntung. Walaupun begitu, anak jalanan tetap memiliki
keinginan yang keras dan mandiri untuk membantu orang tuanya. Dalam
keseharianya yang bekerja di jalan, anak jalanan tidak memiliki rasa malu.
Mereka memiliki prinsip untuk terus bekerja dan membantu orang tua. Walaupun
dalam beberapa kesempatan mereka sering terjaring razia oleh satpol pp dan
sebagainya.
Anak
jalanan memiliki kebiasaan yang mandiri
dan memiliki etos kerja yang menonjol. Mereka melakukan pekerjaan tersebut
dengan suka cita demi mendapatkan uang. Mereka biasa dengan keadaan yang serba
kekurangan. Suatu saat mereka juga ingin seperti orang-orang kota pada umumnya
yang kaya dan sukses. Namun mereka juga tetap sadar dengan kondisi mereka yang
seperti itu.
d.
Faktor pendidikan: tingkat pendidikan anak dan orang tua.
Faktor
pendidikan juga merupakan salah saru faktor yang menyebabkan munculnya anak
jalanan dikota Surabaya ini, salah satu yang bisa dilihat adalah faktor
pendidikan yang berasal dari orang tua anak jalanan yang sebagian besar tidak
memiliki tingkat pendidikan memadai sehingga pada akhirnya tidak memiliki
pengetahuan dan keahlian untuk bersaing dunia kerja, dan pada akhirnya orang
tua dari anak jalanan hanya bekerja serabutan dan menjadi buruh. Tingkat
pendidikan yang pernah dijalani oleh orang tua mereka adalah rata-rata hanya
sekolah dasar (SD), bahkan ada juga yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Rendahnya
pendidikan yang didapat oleh orang tua mereka berdampak pada pekerjaan yang diperoleh oleh orang tua
mereka yang tidak dapat bersaing dengan warga asli dan pendatang kota yang lain,
yang memiliki pendidikan yang tingkatanya lebih tinggi dan didukung lagi dengan
kemapuan dan keahlian lain yang telah dimiliki oleh mereka yang telah siap
mengadu nasib di kota orang sebagai pendatang.
Pendidikan
merupan seuatu kebutuhan yang penting dalam menjalani kehiddupan ini, selain
ada kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sebagi salah satu kebutuhan yang dasar
dan terpenting, membuat pendidikan menjadi hal yang urgen dan merupakan hal yang dapat menentuka suatu generasi bisa
lebih baik dari sebelumnya. Pendidikan juga meruana suatu landasan untuk
mencapai angan-angan dan cita-cita di masa yang akan datang. Dan menggubah masa
depan kearah yang lebih baik merupakan suatu keinginan yang dipikirkan oleh
anak-ana jalanan tersebut. Dari pendidikan ayah dan ibu yang dapat mempengaruhi
kehidupan atuau pendidikan di tingkat anaknya, yang bisa menjadian sebagai
suatu mata rantai yang sulit untuk dihilangkan karena orang tua sulit untuk
mendapatkan ases pendidikan. Anak akhirnya tidak memiliki motivasi yang lebih
untuk berjuang melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi lagi. Hal tersebut
sangat disesalkan, melihat pembangunan kota Surabaya yang semakin megah namun
disisi lain masih ada anak-anak yang tidak dapat mendapatkan pendidikan yang
layak. Untuk bisa membaca dan menulis anak jalalan sudah merasa cukup. Hal
tersebut merupakan suatu hal yang ironis di jaman pengetahuan dan teknologi
yang semakin berkembang ini.
BAB 3
3.1. Kesimpulan
Faktor
ekonomi keluarga yang kurang mampu membuat anak-anak harus turun dan ikut
membantu orang tua untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari. Berbagai aktifitas yang
biasa dilakuan oleh anak-anak yang ada dijalanan adalah berjualan Koran,
megamen, membersihkan mobil, mengemis dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut
dilakukan dari pagi hingga malam dan semua itu dilakukan dengan suka cita oleh
anak jalanan dan penghasilan yang mereka dapatkan nantinya akan diberikan ke
orang tua namun tidak menutup kemungkinan hasil dari kerja mereka akan dibuat
untuk keperluan pribadi seperti membeli sandang dan pangan.
Keberadaan
anak jalanan ini bisa dikatakan sebagia suatu siklus atau perputaran yang
saling berhubungan satu dengan yang lainya seperti pada faktor ekonomi, sosial
budaya dan pendidikan. Di lihat dari pendidikan orang tua yang rata-rata hanya
bersekolah sampai tingkat dasar (SD) dan itu yang membuat orang tua mereka
tidak mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan tinggi sehingga pengasilan
keluarga mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Masa
depan anak jalanan ini harus mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah
kota Surabaya khususnya Dinas Sosial yang terkait dalam permasalahan anak
jalanan ini harus benar–benar fokus untuk memperhatikan dan memberikan
program–program yang menyangkut peningkatan mutu dan mengangkat anak jalanan
dari keterputrukan dan kesusahan hidup agar nantinya anak–anak tersebut tidak
turun lagi kejalanan.
3.2. Saran
Demikian makalah yang telah dibuat
ini semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis
khususnya. Apabila dalam makalah ini ada kesalahan dan kekurangan, penulis
selalu membuka saran dan kritik dari pembaca. Semoga dalam makalah ini selalu
mendapat rahmat dan berkah dari tuhan yang esa.
Daftar pustaka
Suryanto,
Bagong & Karnaji
(2003).
Pendataan Masalah Sosial Anak Jalanan Di
Surabaya: Isu Prioritas Dan Penangananya. Surabaya. Lembaga Penelitian
Universitas Airlangga Dengan Dinas Sosial Dan Pemberdayaan Perempuan
Perempumpuan Kota Surabaya.
Suryanto,
Bagong & Karnaji
(2004).
Life Dynamic Basic Training Bagi Kelompok
Anak Jalanan Dan Anak Nakal Di Kota Surabaya. Surabaya. Airlangga
University Press.
Purwoko, Tjutjup
(2013). Analisis
Faktor-Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan Di Kota Balikpapan. eJournal Sosiologi Volume 1 Nomor 4. ejournal.sosiologi.or.id
No comments:
Post a Comment