Saturday 7 October 2017

MAKALAH ANTROPOLOGI PERKOTAAN ANAK JALANAN DI KOTA SURABAYA

Kata Pengantar
            Dengan rahmat tuhan yang maha esa, peneliti dapat menyelesaikan makalah ini. Peneliti menyusun makalah ini sebagai tugas akhir mata kuliah Antropologi Perkotaan dengan judul “Anak Jalanan di Kota Surabaya”. Mengambil judul yang diangkat dari salah satu permasalahan yang ada di perkotaan. Terima kasih disampaikan kepada dosen yang mengajari mata kuliah antropologi perkotaan yang secara continue memberikan pengarahan agar makalah ini dapat tersusun dengan sistematis dan berlogika. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada para pembaca dan dapat menambah pengetahuan peneliti terhadap permasalah perkotaan yang ada. Peneliti membutuhkan kritik dan saran agar pada karya yang selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Surabaya, 16 Juni 2015


Penulis            









Daftar isi
Sampul........................................................................................................................................ 1
Kata pengantar.......................................................................................................................... 2
Daftar isi..................................................................................................................................... 3
Bab 1
Latar belakang dan rumusan masalah........................................................................ 4
Kerangka pemikiran..................................................................................................... 6
Metode penelitian........................................................................................................... 7
Bab 2 Pembahasan
            Aktivitas sehari-hari anak jalanan dikota Surabaya………………………………..9
            Faktor-Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan Dikota Surabaya…………...10
Bab 3
            Kesimpulan……………………………………………………………………………..14
            Saran…………………………………………………………………………………....15
Daftar pustaka………………………………………………………………………………….16









1.      Latar belakang
            Pertumbuhan penduduk, utamanya diakibatkan oleh laju urbanisasi yang pesat (over urbanizxation) dan pembangunan kota yang lebih ke arah kemajuan ekonomi merupakan awal mula tumbuh berbagai masalah di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.  Akibat situasi ekonomi dan urbanisasi yang berlebihan (over urbanizxation) di kota-kota besar, salah satu masalah sosial yang tumbuh dan membutuhkan solusi segera adalah pertumbuhan jumlah anak jalanan yang akhir-akhir ini memprihatinkan. Di berbagai kota besar, hampir di setiap perempatan jalan atau lampu merah sering dijumpai anak jalanan. Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang masih muda (dini) sudah berhadapan dengan lingkungan kota yang keras (Bagong dkk, 2003:7). Di berbagai sudut kota, sering ditemui anak jalanan yang harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum. Tidak jarang pula mereka dilabeli sebagai penganggu ketertiban, kenyamanan dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penyidukan bukan lagi hal yang mengangetkan bagi anak jalanan.
             Di kota besar seperti Surabaya, keberadaan anak jalanan umumnya tersebar di berbagai zone tertentu, yakni tempat atau lokasi di mana anak jalanan melakukan kegiatan atau aktifitasnya seperti bekerja. Aktifitas yang dilakukan anak jalanan tidak saja di jalanan dengan tanpa tujuan, mereka melakukan aktifitas di jalanan dan tempat-tempat yang strategis untuk melakukan kegiatan yang melingkupi kegiatan ekonomi, seperti: mengamen, mengemis, parkir mobil, pembersih mobil dan sebagainya. Aktifitas tersebut biasanya mereka lakukan ditempat-tempat yang strategis, misalnya: perempatan jalan, terminal, stasiun, pasar, tempat hiburan, pom bensin, tempat ibadah, makam dan sebagainya.
             Anak jalanan pada dasarnya adalah bagian dari kelompok warga kota yang tergolong manginal, rentan dan miskin (Bagong, 2003). Anak jalanan dikategorikan sebagai kelompok warga marginal sebab mereka melakukan pekerjaan yang tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai dan umumnya tidak memiliki prospek ke depanya. Selain itu masa kerja yang tidak biasa di setiap harinya, membuuat anak jalanan rentan untuk terkena resiko mulai dari faktor kesehatan, keamanan maupun sosial. Anak jalanan pada umumnya memiliki latar belakang dari keluarga yang tidak berkucukupan atau miskin, namun ada juga yang terindikasi keluarga broken home. Atas dasar ekonomi dan ingin membantu orang tua, maka anak-anak tersebut mencari nafkah seadanya di jalan raya. Aktifitas anak jalanan yang sering dilihat diperempat jalan adalah mereka yang biasanya mengamen berjualan Koran namun tidak jarang juga ada yang meminta-minta.
            Dari data Dinas Sosial, jumlah anak jalanan di Jawa Timur meningkat dari tahun 2009 yaitu 5.224 orang menjadi 5.324 orang pada tahun 2010, dimana sebagian besar berada di kota Surabaya, dan sisanya terbagi di berbagai kota lainnya. Namun melihat data dari Dinas Sosial menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan di Surabaya menunjukkan grafik yang menurun dari 795 orang pada tahun 2009 menjadi 790 orang pada tahun 2010, tetapi hal itu belum dapat menunjukkan hasil yang memuaskan pada penyelesaian permasalahan anak jalanan karena penurunannya relatif sedikit. Dari berbagai penelitian mengatakan munculnya masalah anak jalanan ini sangat terkait dengan faktor kemiskinan, selain itu akibat ketidak harmonisan keluargadan juga adanya kemalasan dan kurang bertanggung jawab orang tua terhadap keluarga (Sanituti, 2002).
            Membicarakan anak jalanan, umumnya mereka berasal dari keluarga yang kehidupan ekonominya lemah dan pekerjaanya berat. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan keluarga yang miskin. Dalam observasi, peneliti menemukan berbagai kegiatan dan perilaku yang sering dilakukan oleh anak jalanan tersebut. Mereka biasanya ada di perempatan jalan atau di tempat-tempat keramaian, anak jalanan sering terlihat mengamen, berjualan Koran dan peneliti juga mendapati anak jalanan yang pada malam harinya tidur di pingir jalan. Untuk itu dalam penelitian kali ini, peneliti mencoba untuk mengambarkan bagaimana aktifitas dan faktor apa yang membuat anak jalanan di Surabaya bisa survive dengan segala keterbelakangannya.
2.      Rumusan Masalah
            Dari latar belakang tersebut, maka peneliti memfokuskan untuk meneliti faktor dan aktiifitas yang dilakukan oleh anak jalanan di Surabaya. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka peneliti mengajukan pertanyaan penelitian, sebagai berikut: aktifitas dan faktor seperti apa yang membuat anak jalanan tumbuh dan berkembang di kota Surabaya.

3.      Kerangka Pemikiran
3.1 Kerangka konsep
            Menurut undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan sang ibu. Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Dari (Departemen Sosial Republik Indonesia, 1995) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan aktifitas sehari-hari dijalanan baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran dijalan dan tempat-tempat umum lainnya.
            Anak jalanan yang kesehariannya bergelut dengan kegiatan ekonomi, mereka mencari uang dengan turun ke jalan dengan cara mengamen, berjualan Koran, membersihkan mobil dan sebagainya. Padahal usia mereka masih relatif muda untuk mencari penghasilan sendiri. Mereka menghabiskan harinya untuk mencari nafkah di jalanan. Anak jalanan menjual jasa ke pengguna jalan yang lain walaupun ada juga yang langsung meminta belas kasihan bagi mereka yang melintas di jalan raya. Anak jalanan memiliki latar belakang dari keluarga miskin atau tergolong dalam kelompok warga yang marginal. Kurang kasing sayang dari keluarga atau orang tua juga sebagai salah satu sebab mengapa anak-anak itu dipaksa untuk turun ke jalan memenuhi kebutuhan keluarga.
            Kurangnya pendapatan suatu keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar dari suatu keluarga menyebabkan mau tidak mau semua elemen dalam keluarga itu untuk ikut mencari nafkah, dan mau tidak mau anak-anak yang mestinya belum waktunya bekerja harus dipaksa untuk mencari uang. Anak jalanan merupakan potret pertumbuhan penduduk yang ada pada suatu kota besar. Kota tidak dapat menampung orang-orang asli daerah ataupun pendatang dengan kata lain kota tidak dapat menyediakan pekerjaan yang secara kebutuhan dapat mencukupi kebutuhan dasar hidup.

3.2 Kerangka Teori
            Anak jalanan merukan suatu fenomena yang sering muncul di kota-kota besar namun tidak menutup kemungkinan ada di wilayah atau daerah yang digolongkan sebagai kota kecil atau kabupaten. Untuk mengkaji penelitian anak jalanan, penenliti menggunakan teori budaya kemiskinan. Menurut Oscar Lewis memahami kemiskinan sebagai sub-kebudayaan yang diwarisi dari generasi ke generasi, mereka tidak mendapatkan akses untuk dapat berkembang kearah yang baik. Dalam hal ini, kemiskinan merupakan adaptasi dan reaksi dari kaum miskin terhadap posisi marginal mereka dimana kebudayaan kemiskinan cenderung melanggengkan situasi tersebut dari generasi ke generasi. Anak jalanan merupakan suatu keadaan dimana pada tahap pola pengasuhan anak di tingkat keluarga kurang mampu yang mengakibatkan anak-anak keluarga miskin untuk kerja membatu orang tua dalam memenuhi kebutuhan dasar. Anak-anak dididik atau dipaksa untuk mencari uang oleh keadaan. Selain itu menurut Oscar Lewis dalam kebudayaan kemiskinan memandang kemiskinan dalam beberapa hal bersifat positif karena diangap memiliki nilai-nilai untuk mengatasi kesulitan-kesulitan menjalani hidup dalam kemiskinan.
            Kemiskinan di kota besar memunculkan berbagai masalah yang memprihatinkan seperti anak jalanan ini. Anak-anak yang bekerja di jalan ini merupakan suatu penularan atau akibat dari adanya keluarga miskin di kota. Perilaku seperti ini merupakan adaptasi dan reaksi dari warga yang kurang mampu.
           
4.      Metode Penelitian
4.1 Jenis Penelitian
            Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif. Dimana peneliti lebih ke pada pendeskripsian dari suatu fenomena yang terjadi di masyarakat perkotaan.
4.2 Lokasi penelitian
            Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi untuk menggumpulkan data yang diperoleh dari anak jalanan yang berada di kecamatan Gubeng Kota Surabaya tepatnya di jalan Darmawangsa, Gubeng dan jalan Moestopo. Penelitian tersebut dilakukan diarea tersebut sebab dilokasi tersebut terdapat kantong-kantong atau zone anak jalanan yang aktifitas dan variasi umur anak jalanan di lokasi tersebut beragam.
4.3 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu sebagai berikut:
1) Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah tanya jawab yang sesuai dengan dasar penelitian yang dilaksanakan yaitu studi kasus tentang aktifitas dan faktor keberadaan anak jalanan di kota Surabaya oleh karena itu teknik pengumpulan data dengan cara wawancara sangat tepat sebab dimungkinkan untuk memperoleh informasi langsung dengan proses tanya jawab sehingga mendapatkan hasil yang lebih detail dari objek yang diteliti. Peneliti melakukan wawancara dengan 10 anak jalanan yang terdiri dari 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan yang dilakukan di lokasi yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan menggunakan pertanyaan yang telah terstruktur dan telah dibuat oleh peneliti sebelumnya.
2) Observasi
Observasi merupakan pengamatan secara langsung terhadap fenomena atau informan yang diteliti. Dalam penelitian ini yang diobservasi adalah melihat dengan panca indra kegiatan atau aktifitas anak jalanan, kehidupan keseharian dan lingkungan kehidupanya. Data dari observasi memberikan suatu data yang akurat sebab peneliti dapat melihat dan ikut merasakan secara langsung aktifitas anak jalanan yang ada di kota Surabaya. Observasi juga merupakan suatu komponen yang harus terpenuhi dalam suatu penelitian sebab dalam observasi peneliti dapat menemukan gambaran awal mengenai suatu fenomena yang akan diteliti.
4.4 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan analisis data yang telah dikembangkan oleh (Miles dan Huberman, 1992:15-20), yaitu: reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan / verifikasi. Karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka peneliti menampilkan deskripsi dari suatu fenomena yang diteliti dengan menggunakan analisis data sebagai berikut:
Pada tahap awal, peneliti melakukan reduksi data yang merupakan sebagai suatu proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang diperoleh di lapangan kemudian direduksi oleh peneliti dengan cara: pengkodean, klasifikasi dan selanjutnya dilakukan pilihan terhadap data yang diperoleh di lapangan, kemudian dari data itu mana yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan permasalahan dan fokus penelitian. Reduksi data/proses transpormasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir secara lengkap tersusun.
Pada tahap selanjutnya, peneliti menyajian data yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang didapat dari informan yang disusun dan yang kemudian memberikan kemungkinan pada peneliti untuk menarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Hal ini untuk memudahkan bagi peneliti melihat gambaran secara keseluruhan  atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian, sehingga dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan.
Pada tahap terakhir, peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi yang merupakan suatu kegiatan yang utuh yang dilakukan oleh peneliti selama penelitian berlangsung. Dalam kegiatan lain, peneliti juga melakukan verifikasi yang merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran untuk menganalisis selama peneliti mencatat, atau suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran antara teman untuk mengembangkan “kesempatan inter subyektif”, dengan kata lain makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya. Verifikasi dalam penelitian dilakukan secara continue sepanjang penelitian. Verifikasi dimaksudkan untuk menganalisis dan mencari makna dari informasi yang dikumpulkan dari informan dengan mencari tema, pola hubungan, permasalahannya yang muncul, hipotesa dan disimpulkan, sehingga terbentuk proposisi tertentu yang bisa mendukung teori.
BAB 2
Pembahasan
2.1 Aktivitas sehari-hari anak jalanan dikota Surabaya.
Anak jalanan di zone Darmawangsa, Gubeng dan Jalan Moestopo bekerja pada waktu pagi hari hingga petang setiap harinya dan sisanya sebagian kecil dari anak jalanan yang bekerja dari petang hingga dini hari. Anak jalanan yang beraktivitas pada pagi hari hingga petang bekerja sebagai pengamen, pembersih kaca dan penjual Koran di lampu merah atau di tempat pusat keramaian sedangkan anak jalanan yang beraktivitas pada petang hingga dinihari bekerja sebagai tukang minta–minta/pengemis, pengamen di tempat– tempat keramaian masyarakat kota pada malam hari. Mereka sudah terbiasa dengan keadaan dan kondisi yang seperti ini, tidak ada sedikit pun dari mereka yang takut dan cemas akan bahaya yang mengintai mereka. Yang ada didalam pikiran mereka adalah bagaimana mereka semua bisa mendapatkan uang yang banyak untuk mereka dan keluarga mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar. Mereka pulang paling hanya untuk sekedar memberikan penghasilan mereka ke keluarga atau orang tua, mandi, makan lalu kembali kejalan lagi.
Dari aktifitas bekerja, anak jalanan memiliki bermacam–macam pekerjaan yang dilakukan oleh anak jalanan demi membantu keluarga mereka dalam mencukupi kebutuhan sehari–hari mereka maupun kebutuhan pribadi sendiri. Rata–rata pekerjaan yang ditemukan adalah penjual koran karena di setiap sudut lampu merah jalanan pasti saja ada anak–anak jalanan yang menjajakan koran mereka kepada para pengguna jalan. Padahal resiko bahaya yang setiap saat mengancam jiwa mereka di jalanan. Ada yang menarik dengan jenis kelamin dari ke 10 informan yang peneliti teliti sangat didominasi oleh anak-anak yang berjenis kelamin laki-laki sedangkan jumlah anak perempuan hanya sebagian kecil saja. Biasanya mereka mangkal di setiap sudut-sudut lampu merah jalanan dan tempat keramaian namun tempatnya tidak tetap atau berpindah-pindah. Biasanya untuk anak jalanan yang laki-laki pekerjaan yang mereka lakukan itu beragam mulai dari mengamen, membersihkan mobil, memulung atau mengambil barang-barang bekas dan berjualan koran. Bagi anak–anak perempuan biasanya mereka bekerja membantu orang tua mereka dan ada pula yang menjual Koran. Dari berbagai aktifisat tersebut anak-anak dapat mendapatkan uang sekitar 50-100 ribu perharinya itupun kalau mereka beruntung namun ketika sepi bukan tidak mungkin hanya mendapat 10 ribu bahkan tanpa hasil.
Cukup beragam penghasilan yangdidapat oleh anak jalanan dalam kurun waktu sehari dalam bekerja. Ada yang hanya mendapatkan menghasilan secara harian saja dari penjualan koran dan ada pula yang tidak mengetahui penghasilan yang mereka peroleh, dikarenakan pekerjaan mereka sebagai pemulung atau yang mengambil barang barang bekas yang harus dikumpulkan terlebih dahulu. Barang – barang tersebut yang telah meraka kumpulkan kemudian diberikan kepada orang tua mereka dan orang tua merekalah yang menjualnya. Hasil dari penjualan tersebut langsung dipegang oleh orang tua yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuahn sehari-hari.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan Dikota Surabaya
Kota besar seperti Surabaya merupakan kota yang penuh harapan dengan jumlah pendapatan yang berbeda dengan kota-kota yang ada di Jawa Timur lainnya, dan itu yang menyebabkan pertumbuhan penduduk di kota Surabaya semakin bertambah. Berbagai faktor yang dapat membuat seseorang untuk mengadu nasib di Surabaya. Faktor seperti ekonomi sosial dan budaya menjadi pendorong, tidak terkecuali anak jalanan. Anak jalanan merupakan hasil dari atau muncul dari golongan masyarakat yang kurang mampu atau miskin. Keluarga mereka terpaksa memperkerjakan anak-anaknya demi memenuhi kebutuhan hidup kota yang keras. Penghasilan yang belum mencukupi dalam suatu keluaraga mengharuskan semua anggota keluarga untuk bekerja. Walaupun dengan usia yang relative muda, anak-anak mencari uang di jalan dengan berbagai macam aktivitas. Ada beberapa faktor yang membuat anak jalanan itu selalu melakukan aktifitas yang memiliki resiko tinggi karena bekerja dijalanan dan usia mereka masih dini. Faktor yang dapat dijelaskan yakni meliputi faktor ekonomi, faktor sosial budaya dan faktor pendidikan.
a.       Faktor ekonomi: pekerjaan
Pekerjaan di jalanan menurut pandangan orang luar merupakan kegiatan yang kotor, merusak pemandangan dan membuat pengunan jalan tidak nyaman. Namun oleh beberapa pihak, pekerjaan di jalan raya bisa dikatakan sebagai alternatif untuk mendpatkan kegiatan yang menghasilkan uang. Bagi mereka yang bekerja di jalan, lebih baik mereka melakukan pekerjaan tersebut karena hasil yang mereka peroleh secara baik-baik atau halal. Bekerja adalah keinginan semua orang, karena dengan bekerja mereka akan mendapatkan uang yang dapat menyambung kehidupan mereka. Bagi anak jalalan, mereka bisa memjual jasa ataupun barang yang terpenting dapat menghasilkan uang. Dari berbagai macam pekerjaan anak jalanan, ternyata terdapat perbedaan pendapatan pada setiap pekerjaanya seperti menjual Koran, mengais barang bekas, mengamen, meminta-minta dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh oleh anak jalanan tersebut cukup beragam antara lain: anak-anak yang berjualan koran mendapatkan Rp.25.000-Rp.50.000. Anak yang bekerja sebagai pengemis mendapatkan Rp.50.000-Rp.100.000 perharinya. Anak yang bekerja sebagai pengamen mendapatkan Rp.30.000-Rp.50.000 perharinya. Sebagian besar penghasilanya mereka berikan kepada orang tua mereka yang berada dalam satu rumah atau tempat tinggal. Untuk tempat tinggal anak jalanan, sebagian besar dari mereka masih tinggal bersama orang tua mereka masing-masing, namun dari informan lain ada yang menghabiskan waktu di jalanan dan hanya pulang kerumah sebentar saja. Kondisi rumah mereka juga sangat sederhana dan cenderung tidak layak ditempati. Untuk melaukan aktifitas dirumah, hanya digunakan sebagai tempat berkumpul tidur. Dan satu rumah biasanya ditempati oleh 4-7 orang termasuk ayah dan ibu.

b.      Faktor sosial: interaksi sosial, organisasi sosial
Kehidupan anak jalanan sebagian besar dihabiskan dijalanan, sehingga mengakibatkan partisipasi atau interaksi anak jalanan sehari-hari hanya dengan teman-teman mereka sendiri yang sama-sama berada dijalanan bekerja untuk membantu orang tua mereka. Pada waktu pagi, anak jalanan melakukan rutinitas seperti anak-anak biasanya dengan bersekolah mereka biasanya menuntut pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan menengah pertama. Namun bagi mereka yang tidak sekolah, anak jalanan sering dari pagi hari sudah berkeliaran di jalan untuk berjualan koran. Mereka merelakan waktu sekolah dan bermain bersama teman sebaya mereka, mereka memilih untuk bekerja. Tempat kerja mereka juga merupakan tempat bermain bagi mereka, walaupun jalanan merupakan suatu tempat yang penuh dengan resiko.
Dalam keseharianya, anak jalanan berinteraksi dengan kawan sebayanya. Interaksi berlangsung ketika anak jalanan sedang bekerja dan melakukan aktifitas di jalan raya. Bentuk interaksi tersebut, memunculkan berbagai macam informasi dan saling tukar pengalaman ketika berada di jalanan misalnya informasi mengenai tempat yang enak untuk dijadikan tempat berjualanan. Anak jalanan dalam melakukan pekerjaan di jalan sering terlihat bergeromol entah itu dua atau tiga orang. Kelompok-kelompok tersebut biasanya menguaisai daerah atau wilayah seperti perempatan dan tempat keramaian. Tak jarang juga diantara kelompok tersebut melakukan perputaran tempat untuk mendapatkan hasil yang mungkin tidak dapat dirasakan ditempat yang sebelumnya. Sistem seperti itu merupakan salah satu wujud interaksi yang terus dijalankan oleh anak jalanan untuk menjaga kestabilan penghasilan dalam berusaha. Dalam usaha tersebut, sebisa mungkin diatur untuk mendapatkan hasil yang tidak saling merugikan antar anak jalanan.
Anak jalanan membuat suatu pembagian kerja pada setiap wilayahnya misalnya anak-anak yang berjualan koran dibagi dimasing-masing perempatan untuk menghindari penumpukan. Pada jam kerjanya pun ditentukan misalnya pada anak jalanan yang menjual koran itu di waktu pagi sampai siang dan waktu siang sampai malam biasanya anak jalanan ada yang mengamen, mengumpulkan sampah, membersihkan mobil dan sebagainya. Dalam setiap kelompoknya, anak-anak tersebut saling mengenal satu dengan yang lainnya. Untuk satu kelompoknya terdiri dari 1-5 anak yang umumnya mereka suatu kerabat dekat walaupun tidak menutup kemungkinan ada dari pihak luar namun itu hanya sebagian kecil.
c.       Faktor budaya: kebiasaan, bekerja keras.
Faktor budaya kebiasaan dan keinginan untuk berusaha yang dimaksudkan adalah kegiatan bekerja dijalanan yang dilakukan anak jalanan itu apakah ada unsur kebiasaan, paksaan ataukah keinginan atau kesadaran individu masing-masing untuk membantu perekonomian keluarga minimal untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan keinginan mereka. Dengan kondisi perekonomian yang minim di keluarga, membuat anak-anak ditingkat keluarga tersebut membantu bekerja keluarga untuk mecukupi kebutuhan sehari-hari. Perilaku mereka merupakan reaksi terhadap kehidupan mereka yang kurang beruntung. Walaupun begitu, anak jalanan tetap memiliki keinginan yang keras dan mandiri untuk membantu orang tuanya. Dalam keseharianya yang bekerja di jalan, anak jalanan tidak memiliki rasa malu. Mereka memiliki prinsip untuk terus bekerja dan membantu orang tua. Walaupun dalam beberapa kesempatan mereka sering terjaring razia oleh satpol pp dan sebagainya.
Anak jalanan memiliki kebiasaan  yang mandiri dan memiliki etos kerja yang menonjol. Mereka melakukan pekerjaan tersebut dengan suka cita demi mendapatkan uang. Mereka biasa dengan keadaan yang serba kekurangan. Suatu saat mereka juga ingin seperti orang-orang kota pada umumnya yang kaya dan sukses. Namun mereka juga tetap sadar dengan kondisi mereka yang seperti itu.
d. Faktor pendidikan: tingkat pendidikan anak dan orang tua.
Faktor pendidikan juga merupakan salah saru faktor yang menyebabkan munculnya anak jalanan dikota Surabaya ini, salah satu yang bisa dilihat adalah faktor pendidikan yang berasal dari orang tua anak jalanan yang sebagian besar tidak memiliki tingkat pendidikan memadai sehingga pada akhirnya tidak memiliki pengetahuan dan keahlian untuk bersaing dunia kerja, dan pada akhirnya orang tua dari anak jalanan hanya bekerja serabutan dan menjadi buruh. Tingkat pendidikan yang pernah dijalani oleh orang tua mereka adalah rata-rata hanya sekolah dasar (SD), bahkan ada juga yang tidak mengenyam bangku pendidikan. Rendahnya pendidikan yang didapat oleh orang tua mereka berdampak  pada pekerjaan yang diperoleh oleh orang tua mereka yang tidak dapat bersaing dengan warga asli dan pendatang kota yang lain, yang memiliki pendidikan yang tingkatanya lebih tinggi dan didukung lagi dengan kemapuan dan keahlian lain yang telah dimiliki oleh mereka yang telah siap mengadu nasib di kota orang sebagai pendatang.
Pendidikan merupan seuatu kebutuhan yang penting dalam menjalani kehiddupan ini, selain ada kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sebagi salah satu kebutuhan yang dasar dan terpenting, membuat pendidikan menjadi hal yang urgen dan merupakan hal yang dapat menentuka suatu generasi bisa lebih baik dari sebelumnya. Pendidikan juga meruana suatu landasan untuk mencapai angan-angan dan cita-cita di masa yang akan datang. Dan menggubah masa depan kearah yang lebih baik merupakan suatu keinginan yang dipikirkan oleh anak-ana jalanan tersebut. Dari pendidikan ayah dan ibu yang dapat mempengaruhi kehidupan atuau pendidikan di tingkat anaknya, yang bisa menjadian sebagai suatu mata rantai yang sulit untuk dihilangkan karena orang tua sulit untuk mendapatkan ases pendidikan. Anak akhirnya tidak memiliki motivasi yang lebih untuk berjuang melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi lagi. Hal tersebut sangat disesalkan, melihat pembangunan kota Surabaya yang semakin megah namun disisi lain masih ada anak-anak yang tidak dapat mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk bisa membaca dan menulis anak jalalan sudah merasa cukup. Hal tersebut merupakan suatu hal yang ironis di jaman pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang ini.

BAB 3
3.1. Kesimpulan
Faktor ekonomi keluarga yang kurang mampu membuat anak-anak harus turun dan ikut membantu orang tua untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari. Berbagai aktifitas yang biasa dilakuan oleh anak-anak yang ada dijalanan adalah berjualan Koran, megamen, membersihkan mobil, mengemis dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut dilakukan dari pagi hingga malam dan semua itu dilakukan dengan suka cita oleh anak jalanan dan penghasilan yang mereka dapatkan nantinya akan diberikan ke orang tua namun tidak menutup kemungkinan hasil dari kerja mereka akan dibuat untuk keperluan pribadi seperti membeli sandang dan pangan.
Keberadaan anak jalanan ini bisa dikatakan sebagia suatu siklus atau perputaran yang saling berhubungan satu dengan yang lainya seperti pada faktor ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. Di lihat dari pendidikan orang tua yang rata-rata hanya bersekolah sampai tingkat dasar (SD) dan itu yang membuat orang tua mereka tidak mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan tinggi sehingga pengasilan keluarga mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Masa depan anak jalanan ini harus mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah kota Surabaya khususnya Dinas Sosial yang terkait dalam permasalahan anak jalanan ini harus benar–benar fokus untuk memperhatikan dan memberikan program–program yang menyangkut peningkatan mutu dan mengangkat anak jalanan dari keterputrukan dan kesusahan hidup agar nantinya anak–anak tersebut tidak turun lagi kejalanan.
3.2. Saran
            Demikian makalah yang telah dibuat ini semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Apabila dalam makalah ini ada kesalahan dan kekurangan, penulis selalu membuka saran dan kritik dari pembaca. Semoga dalam makalah ini selalu mendapat rahmat dan berkah dari tuhan yang esa.







Daftar pustaka
Suryanto, Bagong & Karnaji
(2003). Pendataan Masalah Sosial Anak Jalanan Di Surabaya: Isu Prioritas Dan Penangananya. Surabaya. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga Dengan Dinas Sosial Dan Pemberdayaan Perempuan Perempumpuan Kota Surabaya.
Suryanto, Bagong & Karnaji
(2004). Life Dynamic Basic Training Bagi Kelompok Anak Jalanan Dan Anak Nakal Di Kota Surabaya. Surabaya. Airlangga University Press.
Purwoko, Tjutjup

(2013). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan Di Kota Balikpapan. eJournal Sosiologi Volume 1 Nomor 4. ejournal.sosiologi.or.id

No comments:

Post a Comment