Saturday 7 October 2017

Review BAB 4 Keberhasilan Bisnis Di Kalangan Orang Cina Asia Tenggara

Peran Budaya, Nilai-Nilai Dan Struktur Sosial Oleh Jamie Mackie
            Dalam artikel ini membahas kasus orang Asia Tenggara dan memberikan pandangan luas tentang peran-peran ekonomi orang Cina Asia Tenggara dan nilai-nilai yang dihubungkan mereka yang sebagian besar memiliki watak berwirausaha dalam bidang bisnis dibanding dengan orang pribumi. Mengapa penduduk pribumi tidak cenderung ke perdagangan seperti orang Cina. Dalam artikel ini pertanyaan seperti itu dicoba untuk dijawab, seperti apa keberhasilan dagang orang Cina.
            Dari keanekaragaman orang Cina Asia Tenggara dan berbagai keadaan lingkungan regional yang mereka hadapi. Faktor-faktor sosial dan budaya maupun kelembagaan dan structural. Namun yang jelas, nilai-nilai dan budaya adalah faktor penting dalam semua ini.
HOMOGENITAS DAN HETEROGENITAS DI KALANGAN ORANG CINA ASIA TENGGARA
            Orang Cina Asia Tenggara sama sekali tidak homogeni. Pandangan seperti itu mengabaikan berbagai perbedaan yang terus melebar diantara, misalnya, orang Cina-Thai, warga Singapura, dan orang Cina-Indonesia yang hampir seluruhnya menyerap budaya dan karakteristik dimasing-masing daerahnya pada tingkat tertentu. Perbedaan-perbedaan diantara orang cina asia tenggara dibuat sebagi penawar setiap pemahaman akan suatu ke-Cina-an yang mendasar dan lazim. Meskipun mereka menjadi unsur-unsur dalam warisan identitas etnis dan budaya cina dimanapun, interaksi sosial masyarakat cina asia tenggara denganpara tentangga pribumi telah mempengaruhi identitas etnis dan budayanya di dalam cara-cara yang rumit.
Budaya, Nilai-nilai, dan Keberhasilan: Sikap Hemat dan Hal-hal Baik Lainnya
            Keberhasilan orang cina asia tenggara seringkali dihubungkan dengan citra perusahaan yang legendaris, kerja keras, hemat, solidaritas keluarga, pendidikan dan kebaikan-kebaikan neo-konfusius dan kewirausahaan lainnya. Raffles mencatat kualitas itu dikalangan penambang Cina di Pulau Bangka pada 1815, dan belakangan ada yang menggambarkan mereka tidak hanya tekun dan hemant tetapi juga tahan menderita, percaya akan kemampuan diri dan berani mengambil resiko, kualifikasi yang seluruhnya baik untuk menjadi pengusaha modern dari masyarakat kecil yang sedang berkembang dengan pasar yang tidak sempurna dan biaya transaksi yang tinggi (Bastin 1954: 259; Wu 1983: 113).
Dalam penelitian Omohondro menyimpulkan, Chinese Marchant Families in Iloilo, mencatat bahwa “Orang Cina adalah pengusaha yang lebih baik dari pada orang Filipina karena keuntungan-keuntungan yang ada dalam struktur sosial…sososk budaya Cina berkaitan dengan keberhasilan bisnis tampak sekali terpelihara.
Warisan Nilai-niali Konfusius
            Dalam kenyataanya, penerapan istilah Konfusius dan neo-Konfusius kepada budaya atau nilai-nilai orang Cina Asia Tenggara begitu dipertanyakan sehingga istilah tersebut sebaiknya dihindari. Orang Cina yang datang ke Asia Tenggara hampir seluruhnya berasal dari kelas-kelas sosial yang telah menyerap budaya konfusius tinggi kelas mandarin di Cina (Wang 1992: 304-212).
Nilai-nilai yang Sedang Berubah
Nilai-nilai berubah bersama dengan berjalannya waktu dalam sebagian besar masyarakat pada umumnya secara perlahan-lahan, tentunya, tetapi pasti dalam bagian keadaan, seperti halnya struktur sosial dan pola-pola perilaku yang mereka jalani.
Kesimpulan: Ke Arah suatu Penjelasan

            Orang Cina memiliki bakat kewirausahaan yang luar biasa. Kondisi tersebut didorong oleh kondisi-kondisi yang medunkung yang berasal dari perkumpulan dan lembaglembaga dagangnya (Freedman 1979: 61-83). Pendirian perkumpulan satu dialeg bahasa dan jaringan-jaringan keluarganya, siang hwee (kamar dagang), dan kegiatan komunis lain untuk saling berlangsung bantu untuk keuntungan mereka, menciptakan jalur-jalur kelembagaan yang memiliki daya tahan sehingga kaum kapitalis lokal tidak mampu menandinginya. Selain itumotivasi oarng Cina juga dinilai memiliki andil dalam menentukan keberhasilan sejak tahun-tahun lebih awal, ketika kemiskinan adalah pendorong, sampai saat-saat terakhir ini, ketika ketidakamanan dan diskriminasi menambah deretan kesulitan. Sikap hemat juga menjadi salah satu modal utama dalam sebuah bisnis. Mereka berbisnis dengan keutungan yan tipis menjadikan mereka pesaing berat (Limling 1986).

No comments:

Post a Comment