Saturday 7 October 2017

RESUME BAB 2 ANTROPOLOGI DAN PEMBANGUNAN

PENGANTAR
Dalam sub bab ini menjelaskan bahwa sebagai sarjana antropologi harus dapat menggunakan ilmunya dalam kegiatan-kegiatan yang praktis, untuk bisa memanfaatkan ilmunya bagi pembangunan Indonesia maka perlu mengetahui beberapa pengetahuan dasar. Khusunya dibidang sosiocultural, yang pertama harus menguasai tentang paradigm, yang kedua harus memahami teori-teori pembangunan secara umum. Ketiga, antropolog tersebut seharusnya mengerti dan memahami tentang kebijakan-kebijakan pembangunan serta mengikuti perkembangannya. Yang terakhir seorang antropolog harus menguasai bahasa inggris sebab banyak buku antropologi yang berbahasa inggris.
Paradigma Antropologi
1.       OBJEK KAJIAN ANTROPOLOGI
Antropologi sosiocultural secara tradisional berasal dari kajian-kajian terhadap kelompok-kelompok masyarakat berskala kecil. Dulu masyarakat yang seperti itu disebut masyarakat primitive atau masyarakat savage oleh para peneliti. Setelah sekian lama, masyarakat primitive sudah hampir punah karena mereka bersalin menjadi masyarakat modern. Tapi tinggalan-tinggalan konsep, teori, metode dan pendekatan hasil dari penelitian antropologi masih menghiasi paradigm antropologi.
2.       METODOLOGI
Dalam antropologi sosiocultural, metode tidak terlepas dari teori. Secara teoritis dan metodologis, antropologi terbagi menjadi dua  peringkat. Peringkat bawah disebut etnografi, sedangkan untuk yang peringkat atas disebut etnologi. Melalui penelitian lapangan seorang peneliti antropologi sosiokultural disebut sebagai etnografer. Sedangkan peringkat diatasnya, melalui karya-karya komparatif dia berupaya membangun teori-teori demikian itu disebut etnologi. Etnografi merupakan metode penelitian lapangan, yang dilakukan secara mendalam melalui keterlibatan langsung sang peneliti dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian, dengan mengambil satu kelompok untuk menjadi studi kasus dalam penelitiannya.
3.       TEORI
TEORI-TEORI PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN INDONESIA
Ini adalah yang perlu dikuasi oleh para antropolog. Pemangunan di Indonesia terdapat lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu: pancasila sebagai dasar filsafat bangsa, UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia, GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), PELITA dan Kebijakan-kebijakan departemen. Seperti kebijakan dalam pembangunan kehutanan yang perlu belajar dari UUD no. 33 pasal 3 kemudian UU no. 5 tahun 1960 tentang dasar-dasar agraria. Dari sini kemudian meningkatkan ke GBHN yang perlu mempelajari tentang UUD pokok kehutanan no.41 tahun 1999 beserta keputusan mentri dan dirjen yang relevan. Barulah kita sebagai antropolok masuk kedalam bagian yang khusus, yang mengerti secara menyeluruh. Dengan begitu sebagai antropolog, ketika kita diminta untuk menyusun progam pembangunan masyarakat hutan di Kalimantan misalnya. Antropolog tidak hanya mengerti tentang kebijakan-kebijakan pembangunan tapi lebih dari itu kita diharapkan juga mampu menguasai ciri-ciri umum masyarakat Kalimantan dan kultur suku suku di Kalimantan.

SITUASI DEPARTEMEN ANTROPOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA
Seorang antropolog tidak akan pernah memahami cara menerapkan ilmu antropologi dalam pembangunan Indonesia dan tidak mengerti peranan yang harus dilakukan dalam proyek pembangunan, kecuali dia menguasai sekurang-kurangnya tiga komponen yang dijelaskan diatas, yakni: paradigma antropologi, teori-teori sosial pembangunan dan kebijakan-kebijakan pembangunan di Indonesia.
Masalah yang paling mendasar di departemen antropologi universitas Indonesia dan di departemen antropologi di seluruh Indonesia adalah kurangnya ketersediaan tenaga terdidik dan ahli dibidang pendidikan. Selama ini pendidikan ditempatkan di IKIP tidak di Universitas, yang seolah olah Universitas bukan lembaga pendidikan. Akibatnya dosen-dosen tidak menguasai menejemen tentang pendidikan.  Selain itu bahan yang diajarkandalam progam studi antropologi juga merupakan bidang bidang kajian lain yang bisa membuat sarjana keluar dari departemen atau progam studi antropologi.
SEBUAH TANTANGAN ANTROPOLOGI PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Budaya adalah salah satu konsep pokok dalam ilmu antropologi, dan juga merupakan konsep penting dalam pembangunan Indonesia. Apakah antropologi dapat memberikan sumbangan dalam pembangunan Indonesia, khususnya yang berkaitan dalam pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi”Pemerinntah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Pemerintah dari sudut pandang pembangunan Indonesia yang sesuai dengan UUD 1945 dan GBHN, memandang kebudayaan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Secara sektoral, pasal 32 UUD 1945 tidaklah mengacu pada “kulture”  (culture), tapi mengacu pada “hal ikhwal kebudayaan” yang bisa dilihat dari terjemahan direktorat jendral kebudayaan dalam bahasa Inggris adalah the directorate General of Cultural Affairs, bukan The Directorate General of Culture. Secara regional, “kebudayaan” dipandang oleh pemerintah sebagai “tradisi kebudayaan” yang menjadi milik setiap suku yang ada Indonesia.
                Dengan berpegangan dua pengertian diatas, bahwa yang dimaksud dengan “kebudayaan” oleh pemerintah adalah “hal ihwal kebudayaan” atau “tradisi kebudayaan”, maka beberapa kalimat  yang tercantum dalam UUD 1945 dan penjelasanya, yang sering membingungkan para ahli antropologi karena sulit mencari jawaban dan indikasi keberhasilannya. Kebudayaan menurut pemerintah adalah hal ihkwal kebudayaan dan tradisi kebudayaan bukan kultur (cuture).


KONSEP KULTUR DALAM ANTROPOLOGI
Dalam antropologi terdapat dua aliran besar yang dapat mendefinisikan kultur (culture). Yaitu aliran behavioral (melihat kultur sebagai a total way of life) aliran ini cocok dengan pandangan almarhum Prof. Koentjaranigrat yang memilah nilah total way of life ini kedalam tujuh unsur budaya. Ini adalah metode yang muncul pada awal perkembangan antropologi yang digunakan etnografer untuk mengumpulkan data tentang sistem social budaya dari suatu suku bangsa selengkap lengkapnya. Sementara aliran ideational melihat culture sebagai suatu yang abstrak (gagasan dan pemikiran) yang membentuk pola perilaku masyarakat. Dari sini, bisa dijelaskan bahwa pengertian kebudayaan pemerintah dengan antropolog berbeda. Pemerintah berorientasi pada progam praktis dan problem oriented, yaitu kepada pembangunan bangsa, namun definisi dan tolak ukurnya belum jelas. Di sisi lain sebagai antropolog yang meilihat dari pengembangan teori dan dan aplikasinya dalam dalam penelitian etnografer. Kita memerlukan satu benang yang menghubungkan system pendidikan di perguruan tinggi dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Antropologi adalah sebuah science, sama seperti ilmu fisika, ekonomi, biologi , teknik sipil, arsitektur dan sebagainya yang disamping mempunyai sisi ilmiah juga punya sisi terapan.


No comments:

Post a Comment